JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi menyebutkan, RUU Pengampunan Pajak merupakan 'karpet merah' yang disediakan pemerintah kepada koruptor.
Apung mengatakan, hal itu terlihat saat intelijen menangkap Samadikun Hartono, salah satu buron perkara penyalahgunaan dana talangan BLBI senilai sekitar Rp 2,5 triliun yang digelontorkan ke Bank Modern menyusul krisis finansial 1998.
"Ketika Samadikun dipulangkan, wacana yang dimunculkan pemerintah yakni uang Rp 165 miliar yang akan disita, tidak langsung disita negara. Tetapi itu bisa difasilitasi masuk ke Tax Amnesty dengan beberapa potongan," ujar Apung di kantornya, Jumat (29/4/2016).
(Baca: KPK Nilai RUU "Tax Amnesty" Tak Adil bagi Rakyat Kecil)
Apung menyebutkan, wacana tersebut dilontarkan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung setelah rapat terbatas tentang Tax Amnesty.
"Pernyataan itu ada kok di beberapa media bahwa koruptor itu bisa difasilitasi (Tax Amnesty). Itu terkonfirmasi Seskab kok," ujar dia.
Uang itu, lanjut Apung, pada akhirnya bermuara kepada Samadikun sendiri. Sebab, uang hasil pengampunan pajak nantinya akan digunakan selain untuk pembiayaan infrastruktur, namun juga dialokasikan bagi manufaktur dan properti.
(Baca: Jaksa Agung: Samadikun Miliki Aset di China dan Vietnam)
"Ini artinya sisa duit itu kembali ke si koruptor itu sendiri. Ini jelas menyakiti hati masyarakat," ujar Apung.
Jika demikian, lanjut Apung, koruptor-koruptor lainnya juga berpotensi untuk mendapatkan perlakuan yang sama seperti Samadikun. Oleh sebab itu, Fitra tegas menolak RUU tersebut. Fitra juga akan menggalang gerakan nasional untuk menolak RUU itu.