Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fitra Akan Galang Gerakan Tolak RUU "Tax Amnesty"

Kompas.com - 29/04/2016, 13:28 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menolak rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau 'Tax Amnesty' yang kini masih dibahas pemerintah dan DPR.

Manajer Advokasi dan Investigasi FITRA, Apung Widadi mengatakan bahwa pihaknya akan menggalang penolakan RUU itu di seluruh Indonesia.

"Kami akan menggelorakan dan menggalang gerakan nasional penolakan atas RUU Pengampunan Pajak dengan semua stakeholder, akademisi, tokoh masyarakat, mahasiswa dan rakyat," ujar Apung di kantornya di Jakarta, Jumat (29/4/2016).

Ada sejumlah alasan mendasari penolakan itu. Pertama, RUU itu bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 23 dan 23 A di mana pemungutan pajak dalam APBN bersifat memaksa, bukan mengampuni seperti yang tertuang dalam RUU.

Kedua, Indonesia pernah dua kali gagal dalam menerapkan pengampunan pajak, yakni pada tahun 1964 dan 1984. Kegagalan berpotensi terjadi kali ini juga. (baca: KPK Nilai RUU "Tax Amnesty" Tak Adil bagi Rakyat Kecil)

Malah, RUU itu rentan dimanfaatkan bagi sebagian orang yang ingin 'membersihkan' uangnya yang bisa saja berasal dari tindak pidana korupsi.

Ketiga, RUU ini berpotensi menjadi 'karpet merah' bagi konglomerat, pelaku kejahatan ekonomi, keuangan dan perbankan serta pelaku pencucian uang.

Sebab, dalam draf RUU dicantumkan asal seorang atau badan mengajukan pengampunan maka akan diberikan tanpa melihat asal-usul harta. (baca: "Tax Amnesty" Diyakini Akan Dorong Penguatan Rupiah)

"Ini berpotensi menarik banyaknya uang haram ke dalam APBN serta perekonomian Indonesia," ujar Apung.

Selain itu, jumlah uang yang disetor ke negara sebagai bentuk pengampunan sangat kecil. Dalam draf, hanya sebesar 3 persen, 5 persen dan 8 persen. Menurut FITRA, seharusnya lebih besar dari itu.

(baca: Jokowi Siapkan PP Deklarasi Pajak, Menkeu Nyatakan Tetap Fokus UU Tax Amnesty)

Terakhir, FITRA menilai, RUU itu berpotensi membuka ruang korupsi baru. Ruang itu terbuka saat peserta Tax Amnesty memulangkan uangnya dari luar negeri.

"Ini berpotensi terjadi pada Satgas Tax Amnesty. Sebab sistem pengawasan dan transparansinya tidak ada. Satgas justru berpotensi transaksional dengan memanipulasi hitungan uang tebusan dan lain-lain," ujar Apung.

RUU Tax Amnesty akan dikebut pembahasannya selama masa reses DPR yang dimulai pekan depan. Langkah itu dilakukan setelah pimpinan DPR bertemu dengan Presiden Joko Widodo.

Kompas TV DPR "Kebut" RUU "Tax Amnesty"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com