Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penundaan Eksekusi Mati Freddy Budiman Dinilai Pembiaran Hancurnya Anak Bangsa

Kompas.com - 29/04/2016, 08:34 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gembong narkoba Freddy Budiman kembali lolos dari pelaksanaan eksekusi mati.

Penundaan eksekusi terhadap Freddy dinilai Gerakan Antinarkotika (Granat) sebagai pembiaran penghancuran anak bangsa setiap hari. Sebab, Freddy diduga masih mengendalikan bisnis narkoba dari dalam penjara.

"Sehari menunda eksekusi mati Freddy, sama dengan melakukan pembiaran. Wong kita sudah tahu kok kenyataannya (dugaan Freddy mengendalikan bisnis narkoba dari lapas)," ujar Ketua Umum Granat Henry Yosodiningrat saat dihubungi, Jumat (29/4/2016).

Ia pun mempertanyakan sikap Jaksa Agung Muhammad Prasetyo yang dinilai menunda-nunda eksekusi mati terhadap Freddy tersebut dengan alasan masih ada proses Peninjauan Kembali (PK).

Alasan yang sama diberikan Prasetyo pada penundaan eksekusi mati Freddy 29 April 2015 lalu.

"Kelihatan Jaksa Agung yang 'kegenitan' untuk memberikan kesempatan, menanyakan 'Anda mau PK apa enggak?' sampai dua kali," kata politisi PDI Perjuangan tersebut.

Padahal, lanjut Henry, hingga saat ini PK pun belum ada, masih dalam proses apakah dia mau mengajukan proses atau tidak.

Ia pun mendesak agar Pengadilan Negeri segera mengirimkan berkas PK Freddy ke Mahkamah Agung untuk secepatnya diputus.

Sehingga, MA bisa mengembalikan putusan itu kembali ke PN dan menyerahkannya ke Jaksa Agung.

"Jadi jangan Jaksa Agung berdalih lagi," ujar Henry.

Penguluran, lanjut Henry, juga mungkin terjadi. Pengiriman berkas PK ke MK perlu segera dilakukan ke MA karena Henry khawatir ada indikasi pemberian uang untuk memperlambat penyerahan berkas PK di pengadilan.

Indikasi transaksi juga berpotensi terjadi di MA untuk memperlambat pemeriksaan. Terlebih, karena Pemohon sudah mengetahui bahwa dirinya akan dieksekusi mati sehingga memang akan mengulur-ulur waktu.

Freddy adalah terpidana mati atas perkara penyelundupan 1,4 juta pil ekstasi dari China ke Indonesia. Penyelundupan tersebut dilakukan pada 2012 lalu.

Meski sudah berada di balik jeruji besi Lapas Cipinang, Jakarta Timur, Freddy diduga masih mengendalikan peredaran narkotika. Hal itu terlihat dalam pengungkapan beberapa kasus narkotika.

Hal itu menyebabkan Freddy Budiman dipindah ke Lapas Nusakambangan, Jawa Tengah. Namun, sebelumnya Freddy sempat dipindah ke Lapas Gunung Sindur, Jawa Barat.

(Baca: Freddy Budiman Dipindahkan ke Nusakambangan)

Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memastikan Freddy Budiman tidak masuk daftar terpidana yang akan dieksekusi mati pada eksekusi gelombang tiga mendatang.

Alasannya, Freddy hingga saat ini masih dalam proses mengajukan Peninjauan Kembali (PK). (Baca: Freddy Budiman Tak Masuk Daftar Eksekusi Mati Gelombang Tiga)

Ini berarti Freddy dua kali lolos dari eksekusi setelah eksekusi mati kedua, 29 April 2015 lalu. Kala itu, alasannya sama seperti alasan Prasetyo saat ini.

Kompas TV Walau Dipenjara, Pria Ini Tetap Bisa Bisnis Narkoba?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com