Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Hal Masih Jadi Perdebatan, Pembahasan Revisi UU Pilkada Bakal Diperpanjang

Kompas.com - 26/04/2016, 20:31 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah masih menuai perdebatan antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pemerintah pun mengusulkan agar penyelesaian pembahasan tersebut diundur hingga akhir Mei 2016.

"Pak Tjahjo (Mendagri) ijin mau konsul langsung ke Presiden. Kami tadi malam sudah dapat masukan supaya pembahasan revisi tidak dipaksa selesai 30 April," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy di Kompleks Parlemen, Selasa (26/4/2016).

Setidaknya, ada dua pasal yang masih menjadi perdebatan, yakni terkait persoalan syarat dukungan bagi calon independen dan ketentuan mundur atau tidaknya calon yang berasal dari TNI/Polri dan PNS.

Menurut dia, perdebatan soal syarat dukungan bagi calon independen, pemerintah, dan DPR hampir mencapai kesepakatan. Pemerintah menginginkan agar syarat dukungan tersebut cukup 6,5-10 persen saja. Sebab, angka itu dipandang memenuhi aspek psikologi publik.

(Baca: Mendagri Khawatir UU Pilkada Digugat ke MK jika Syarat Calon Independen Diperberat)

"Kalau ikut Gerindra yakni flat 10 persen sebenernya angka akhirnya sama, tapi tidak masuk psikologi publik tadi karena ada perubahan angka. Kita bisa terima 6,5 persen," ujarnya.

Namun, ia mengatakan, DPR juga menginginkan adanya aspek keadilan dan kesetaraan di dalam revisi UU tersebut. DPR pun meminta pemerintah menetapkan batas angka yang tinggi untuk jumlah Data Pemilih Tetap tertinggi.

"Hasilnya ketemu 15 persen untuk parpol. Yang paling adil dan setara walaupun tidak apple to apple independen 6,5-10 persen, dan parpol 15-20 persen. Dan pemerintah sampai saat ini oke tapi tadi konsul ke Presiden dulu," lanjut dia.

(Baca: Istana Tak Mau Revisi UU Pilkada untuk Halangi Calon Independen)

Terkait mundur atau tidak mundurnya calon dari TNI/Polri dan PNS, yang masih menjadi persoalan yakni UU yang mengatur ketiga instansi tersebut. UU TNI dan UU Polri secara tegas telah mengatur bahwa personel mereka dilarang terlibat politik praktis.

Begitu pula calon yang berasal dari PNS yang wewenangnya diatur melalui UU Aparatur Sipil Negara. Di dalam perdebatan yang mengemuka, kata dia, ada usulan agar aturan mundur itu dicabut di dalam UU Pilkada.

"Tapi Mendagri tidak mau, silahkan cabut di UU ASN. Menpan RB juga tidak mau karena ini menyangkut reformasi birokrasi," ujarnya.

(Baca: Dikritik, Draf RUU Pilkada Perbolehkan Pencalonan TNI/Polri Tanpa Perlu Mengundurkan Diri)

Namun, ia menambahkan, jika merujuk pada Pasal 38 ayat (3) UUD 1945, maka setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih di dalam pemilu. Tidak boleh ada diskriminasi di dalam hak setiap warga negara yang ingin menggunakan hak politiknya.

Selain itu, ia mengatakan, Mahkamah Konstitusi menilai jika UU Pilkada masih bersifat diskriminatif. Sebab, di satu sisi calon yang berasal dari ketiga institusi itu harus mundur, hal yang sama tak berlaku bagi calon yang berasal dari DPR, DPD dan DPRD.

"Bagusnya UU Pilkada ini tidak memberlakukan secara diskriminatif," kata dia.

Kompas TV Wacana DPR Perberat Syarat Calon Independen
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

Nasional
Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Nasional
TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

Nasional
Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com