JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meminta kepala daerah turut berperan dalam perekrutan pendamping dana desa. Termasuk menolak pendamping yang dianggap tidak kompeten.
"Bapak ibu itu bisa menolak pendamping dana desa," ujar Tjahjo saat memberi pembekalan kepemimpinan pemerintahan dalam negeri angkatan I di Kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemendagri, Jakarta Selatan, Jumat (22/4/2016).
Indikator yang paling utama dari pendamping dana desa, yakni kompetensi dan pengetahuan tentang dinamika desa tempat dia bertugas. (baca: Menteri Marwan: Kalau Perlu Dana Desa Diumumkan di Masjid atau Gereja)
Jangan sampai, sang pendamping dana desa tak memiliki pengetahuan tentang masyarakat di desa itu.
"Pengetahuannya soal desa itu kurang, lalu kulturnya juga beda, lalu bagaimana dia bisa mendampingi penggunaan dana desa itu? Bisa repot," ujar Tjahjo.
Tjahjo mengungkapkan hal tersebut lantaran dia mendapatkan aduan dari beberapa kepala daerah. Salah satunya adalah Bali.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika, dalam acara Musrenbang Provinsi Bali memprotes pendamping dana desa yang direkrut bukan dari warga lokal yang dianggap memahami dinamika masyarakat Bali, melainkan dari luar Bali.
Dia mengaku telah mengkomunikasikan hal itu kepada Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar. (baca: Menteri Marwan: Presiden Tak Pernah Protes soal Dana Desa)
Marwan mengatakan bahwa perekrutan pendamping dana desa juga berkooordinasi dengan pemerintah daerah.
"Itu domain Kementerian Desa. Kalau kami (Kemendagri) tugasnya hanya anggarannya, lalu manajemen laporan keuangan perangkat desa agar suatu saat merekalah yang menjadi pendamping desa itu sendiri," ujar Tjahjo.