Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Tahanan Terduga Teroris Dikritik, Kapolri Tanya "Pelanggaran di Mana?"

Kompas.com - 21/04/2016, 13:19 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, perpanjangan masa tahanan dibutuhkan Densus 88 Antiteror untuk menggali informasi darinterduga teroris.

Menurut dia, masa penahanan yang diperpanjang itu tidak berpotensi melanggar hak asasi manusia sebagaimana banyak dikhawatirkan.

"Pelanggarannya di mana? Kan kalau penahanan itu dikurangi masa hukumannya," ujar Badrodin di Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Kamis (21/4/2016).

Menurut Badrodin, dengan panjangnya masa penahanan, maka hukumannya akan lebih singkat karena dipotong masa penahanan. Ia menegaskan bahwa penyidik bisa saja membutuhkan waktu lebih dari yang berlaku saat ini untuk mengorek informasi.

"Sehingga menurut saya dari perspektif penyidikan tidak ada masalah," kata Badrodin.

(Baca: Pasal “Guantanamo” di RUU Antiterorisme Penuh Kontroversi)

Salah satu pasal dalam RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mencantumkan bahwa penyidik atau penuntut berhak menahan seseorang yang diduga teroris dalam waktu 6 bulan untuk proses pembuktian.

Pasal baru itu dianggap sarat pelanggaran HAM dan menunjukkan ketidakmampuan penyidik dalam melakukan pengusutan dalam waktu cepat.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Ahmad Syafii mengakui masih ada pro dan kontra dalam menyikapi draf RUU yang diajukan oleh pemerintah.

(Baca: Ini Poin-poin Revisi UU Antiterorisme yang Diusulkan Pemerintah)

Salah satu yang menjadi perhatian adalah aturan mengenai penahanan terduga teroris yang bisa hingga enam bulan.

"Ini mengkhawatirkan. Apakah tidak melanggar HAM? Apakah itu tidak melanggar hukum? Ini akan kami kaji dengan hati-hati dan komprehensif," kata Syafii.

Pansus akan mengundang Kementerian Hukum dan HAM untuk memaparkan urgensi RUU ini. Setelah itu, Pansus akan memanggil Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Densus 88, Tentara Nasional Indonesia, Badan Intelijen Negara, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Kompas TV Pro Kontra Revisi UU Anti-terorisme
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dikonfrontasi Jaksa, Istri SYL Tetap Bantah Punya Tas Dior dari Duit Kementan

Dikonfrontasi Jaksa, Istri SYL Tetap Bantah Punya Tas Dior dari Duit Kementan

Nasional
Bos Maktour Travel Mengaku Hanya Diminta Kementan Reservasi Perjalanan SYL ke Saudi, Mayoritas Kelas Bisnis

Bos Maktour Travel Mengaku Hanya Diminta Kementan Reservasi Perjalanan SYL ke Saudi, Mayoritas Kelas Bisnis

Nasional
Jadi Tenaga Ahli Kementan, Cucu SYL Beralasan Diminta Kakek Magang

Jadi Tenaga Ahli Kementan, Cucu SYL Beralasan Diminta Kakek Magang

Nasional
Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Wakil Ketua MK: Sistem Noken Rentan Dimanipulasi Elite

Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Wakil Ketua MK: Sistem Noken Rentan Dimanipulasi Elite

Nasional
Putusan Bebas Gazalba Saleh Dikhawatirkan Bikin Penuntutan KPK Mandek

Putusan Bebas Gazalba Saleh Dikhawatirkan Bikin Penuntutan KPK Mandek

Nasional
Polemik Putusan Sela Gazalba, KPK Didorong Koordinasi dengan Jaksa Agung

Polemik Putusan Sela Gazalba, KPK Didorong Koordinasi dengan Jaksa Agung

Nasional
Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

Nasional
UKT Batal Naik Tahun Ini, Pemerintah Dinilai Hanya Ingin Redam Aksi Mahasiswa

UKT Batal Naik Tahun Ini, Pemerintah Dinilai Hanya Ingin Redam Aksi Mahasiswa

Nasional
Komisi X Apresiasi Pemerintah karena Batalkan Kenaikan UKT Mahasiswa

Komisi X Apresiasi Pemerintah karena Batalkan Kenaikan UKT Mahasiswa

Nasional
Jokowi Bertemu Sekjen OECD di Istana Bogor

Jokowi Bertemu Sekjen OECD di Istana Bogor

Nasional
Anak SYL Sebut Siap Kembalikan Uang yang Dinikmatinya Usai Ditantang Jaksa

Anak SYL Sebut Siap Kembalikan Uang yang Dinikmatinya Usai Ditantang Jaksa

Nasional
Usai Diduga Dibuntuti Densus 88, Jampidsus Kini Dilaporkan ke KPK

Usai Diduga Dibuntuti Densus 88, Jampidsus Kini Dilaporkan ke KPK

Nasional
Bantah Minta Rp 200 Juta untuk Renovasi Kamar, Anak SYL: Enggak Pernah Terima Angka Segitu Fantastis

Bantah Minta Rp 200 Juta untuk Renovasi Kamar, Anak SYL: Enggak Pernah Terima Angka Segitu Fantastis

Nasional
Akui Minta Rp 111 Juta untuk Aksesori Mobil, Anak SYL: Saya Ditawari

Akui Minta Rp 111 Juta untuk Aksesori Mobil, Anak SYL: Saya Ditawari

Nasional
Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama 'Saya Ganti Kalian' di Era SYL

Saksi Ungkap soal Grup WhatsApp Bernama "Saya Ganti Kalian" di Era SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com