Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokumen Panama dan Jurnalisme Perlahan

Kompas.com - 13/04/2016, 17:43 WIB

Oleh: H Witdarmono

Selama berbulan-bulan 400-an wartawan dari 250 organisasi media di 80 negara-Tempo satu-satunya peserta dari Indonesia- berkolaborasi menyelesaikan pekerjaan dengan koordinator Konsorsium Wartawan-wartawan Investigatif yang berpusat di Washington DC, Amerika Serikat.

Pada Minggu, 3 April 2016, sebagian hasil kerja keras itu dipaparkan kepada publik. Itulah awal kehebohan The Panama Papers (Dokumen Panama), bocoran sekitar 11,5 juta data finansial tahun 1970-an sampai akhir tahun 2015 milik firma hukum Mossack Fonseca di Panama.

Dalam dokumen tersebut diuraikan identitas sekitar 214.000 perusahaan cangkang (shell company) milik perorangan dan tokoh publik yang didirikan di yurisdiksi bebas pajak di mancanegara.

Di antara ratusan ribu shell company itu, terdapat ratusan nama warga Indonesia. Konsorsium Wartawan-wartawan Investigatif (ICIJ) berencana membuka seluruh isi Dokumen Panama pada Mei 2016.

Bocoran jutaan dokumen firma hukum Mossack Fonseca itu berawal dari surat elektronik kepada koran terbesar Jerman, Süddeutsche Zeitung, tahun 2015.

Setelah pemimpin koran Muenchen itu setuju menerima bocoran dan menjamin kerahasiaan sumber, bulan-bulan berikutnya mereka menerima data mengenai firma hukum Panama itu dalam jumlah yang fantastis, 2,6 terabyte!

Sadar bahwa tidak sanggup meneliti dan menganalisis data itu sendirian, Süddeutsche Zeitung minta bantuan ICIJ.

Segera, konsorsium wartawan internasional itu membangun kolaborasi dengan 250 organisasi media dunia yang bekerja dalam 25 bahasa yang berbeda, dengan kode Project Prometheus.

Nama dewa dalam mitologi Yunani itu dipakai karena ia "berjasa" mencuri api dari Gunung Olimpus, memberikan dan membocorkan manfaatnya kepada manusia. Dalam bahasa Yunani, prometheia artinya pandangan ke depan.

Dengan semangat promethean, selama lebih dari sembilan bulan ratusan wartawan meneliti jutaan data, mengindeks, menganalisis, dan merangkainya dalam narasi yang akurat.

Seluruh kerja kolaborasi itu dilakukan dengan sangat hati-hati dan cermat. Mereka berkomunikasi lewat saluran yang dienskripsi berlapis dan 30 digit passcode.

Jurnalisme perlahan

Dalam ilmu jurnalisme, kerja dan pendekatan jurnalistik oleh ratusan wartawan itu disebut slow journalism atau jurnalisme perlahan. Terminologi tersebut pertama kali dilontarkan Susan Greenberg di majalah Prospect (Inggris) edisi Februari 2007.

Pengajar bahasa dan penulisan kreatif dari Universitas Roehampton di London itu mencermati, saat ini amat sulit menemukan jurnalisme hasil keterampilan seni, getaran hati serta jiwa kepedulian. Jurnalisme semacam itu langka dan sudah jadi barang mewah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com