Anggaran besar bagi Densus dikhawatirkan tak diawasi ketat sehingga berpotensi abuse of power.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Siane Indriani mengatakan, upaya pemberantasan terorisme tidak bisa hanya diselesaikan dengan cara kekerasan, tetapi harus mengedepankan aspek preventif.
Siane menilai, dana besar untuk operasional Densus menjadi isyarat bahwa pemerintah memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan persoalan terorisme.
"Sudah banyak buktinya bahwa Densus 88 identik dengan kekerasan," ujar Siane dalam diskusi terkait Revisi UU Anti-Terorisme, di Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (16/2/2016).
(Baca: Untuk Apa Saja Gelontoran Dana Rp 1,9 Triliun ke Densus 88?)
Ia menekankan, pola yang dilakukan Densus selama ini lebih menonjolkan kekerasakan dan menimbulkan masalah baru.
"Berbagai upaya kekerasan yang dilakukan berpotensi menciptakan dendam-dendam baru yang ujungnya menimbulkan radikalisme baru," kata dia.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi mengisyaratkan bahwa kondisi APBN saat ini cukup sulit jika dipaksa mewujudkan rencana penambahan anggaran untuk Densus 88.
"Problem utama kita sekarang ada di APBN. Basis asumsi APBN sekarang meleset. Harga minyak dunia sekarang sedang jatuh. Sedangkan APBN masih bergantung pada hasil produksi minyak. Tentu ini memberikan dampak," kata Taufiqulhadi.
Ia juga mengatakan, rencana penambahan anggaran Densus 88 harus dikaji secara kritis.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah menyetujui anggaran Rp 1,9 triliun untuk Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror.
Rencananya, dana tersebut akan dimasukkan ke APBN Perubahan 2016.
Selain untuk perbaikan perlengkapan, dana Rp 1,9 triliun itu juga akan dialokasikan untuk perbaikan atau pembangunan asrama untuk anggota Densus.
Sementara itu, untuk personelnya, pemerintah juga akan mengalokasikan dana untuk remunerasi.
Menurut Luhut, para personel Densus 88 layak mendapatkan remunerasi.
"Mereka itu banyak yang pisah dengan keluarganya berbulan-bulan karena melakukan tugas di luar kota. Saya kira mereka sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti itu," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.