JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon mengkritik kebijakan bebas visa yang berlakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menurut Effendi, Indonesia lebih banyak mendapatkan kerugian dari kebijakan tersebut.
Ia menuturkan, pemerintah beralasan memberikan bebas visa pada ratusan negara untuk meningkatkan pendapatan devisa negara.
Namun, Effendi menilai mayoritas negara yang diberikan bebas visa adalah negara yang masyarakatnya tidak memiliki tradisi berlibur ke luar negeri.
"Kebijakan bebas visa sebagai solusi untuk meningkatkan devisa, itu tidak setimpal," kata Effendi dalam rapat gabungan antara DPR dengan pemerintah di ruang Banggar, Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, dalam rapat Komisi I DPR bersama Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi beberapa waktu lalu, direkomendasikan agar kebijakan bebas visa untuk ratusan negara dibatalkan.
Pemerintah dianggap tidak terbuka dan kebijakan itu dinilai memberikan lebih banyak kerugian. (baca: Berlakukan Bebas Visa, Jokowi Tak Cemas Isu Keamanan)
"Misalnya saya, liburan ke luar negeri bukan karena bebas visa," ujarnya.
Effendi melanjutkan, kebijakan bebas visa untuk ratusan negara juga membuat pengawasan masuk dan keluarnya warga negara asing semakin sulit.
Ia khawatir kebijakan ini akan meningkatkan status Indonesia sebagai negara tujuan kelompok radikal. (baca: Kunjungan Orang Asing ke Indonesia Naik 4,8 Persen di 2015)
"Apakah ada jaminan backpackers itu bawa uang ke Indonesia, apakah ini cara kita mendapatkan dollar?" kata dia.
Pemerintah memberlakukan kebijakan bebas visa kunjungan terhadap 84 negara di dunia. (baca: Menpar Usulkan Tambahan 80 Negara Bebas Visa Tahun Ini)
Kemudian, pemerintah melakukan penambahan kepada negara hingga akhirnya bebas visa diberlakukan kepada total 174 negara di dunia.
(baca: Penambahan Negara Bebas Visa ke Indonesia Diteken April)
Negara-negara baru yang mendapatkan fasilitas bebas visa kunjungan diantaranya Australia, Brasil, Ukraina, Kenya, Uzbekistan, Banglades, Kamerun, Palestina, Honduras, Pakistan dan Mongolia, Sierra Leone, Uruguay, Bosnia-Herzegovina, Kosta Rika, Albania, Mozambik, Macedonia, El Salvador, Zambia, Moldova, Madagaskar, Georgia, Namibia, Kiribati, Armenia, Bolivia, Bhutan, Guatemala, Mauritania, dan Paraguay.
Ada beberapa negara yang tidak dimasukkan daftar negara yang diberi fasilitas bebas visa. Negara-negara tersebut merupakan negara yang aktif dalam perdagangan narkoba dan eksportir ideologi ekstrem.
Hal ini dilakukan untuk menghindari Indonesia menjadi ladang baru ideologi ekstrem dan radikal. Juga terdapat negara-negara yang diberi perhatian khusus, yaitu Brasil, China, dan Australia.
Brasil diberi setelah hubungan membaik pasca-konflik diplomatik terkait kasus hukuman mati.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.