Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangani Sengketa Pilkada, MK Diminta Tak Jadi Mahkamah Kalkulator

Kompas.com - 14/01/2016, 23:10 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi diminta tidak terpaku pada Pasal 158 Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah.

Pasal itu mengatur adanya batas minimum selisih suara sebelum calon yang kalah dapat mengajukan sengketa pilkada.

MK diminta untuk melihat secara menyeluruh, apakah ada dugaan pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam gugatan yang diajukan calon kepala daerah.

"Jadi bukan sekedar mengurusi soal kalah menang, selisih suara, dan hanya menjadi mahkamah kalkulator," kata koordinator Gerakan Anti Kejahatan (GERAK) Pilkada, Isra Ramli, dalam keterangan tertulis, Kamis (14/1/2016).

Menurut Isra, jika Pasal 158 masih digunakan MK, argumentasi dan bukti apa pun menjadi tidak berguna.

Padahal, berdasarkan kajian Gerak Pilkada, lebih dari 50 persen hasil pilkada serentak banyak dimenangkan oleh calon petahana.

Menurut Isra, ini menjadi indikasi bahwa kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif memang terjadi di ratusan daerah.

Isra menilai, penerapan Pasal 158 menghilangkan kesempatan para pihak yang dirugikan karena kejahatan pilkada dalam bentuk pemanfaatan aparatur sipil negara, penggunaan dana APBD, pelibatan penyelenggara, dan pengawas pilkada.

Mereka menjadi tidak memiliki kesempatan untuk menunjukkan kejahatan yang dialami.

"Dan ini banyak dilakukan oleh kandidat yang memiliki akses kekuasaan birokrasi, APBD, dan dukungan pendanaan yang besar," ujar dia.  

Jika memang MK enggan melakukan terobosan, Isra pun meminta Presiden Jokowi menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang sebagai solusi lainnya.

Isra mengaku sudah membuat petisi yang ditandatangani oleh para perwakilan calon kepala daerah, yang tak bisa mengajukan gugatan karena terganjal oleh Pasal 158. Petisi itu akan dikirimkan ke Presiden Jokowi.

"Ini adalah persoalan prinsip. Sehingga, yang dibutuhkan kebulatan tekad menyampaikan Petisi agar Pasal 158 dicabut demi menuntut keadilan," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com