Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontra: Pembatasan Kebebasan Berekspresi Paling Banyak Terjadi di Jawa Barat

Kompas.com - 26/12/2015, 19:13 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat, kasus pembatasan kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul paling banyak terjadi di Jawa Barat sepanjang 2015.

Menurut Wakil Koordinator Kontras Bidang Strategi dan Mobilisasi Puri Kencana Putri, ada 41 pembebasan berpendapat yang terjadi di Jawa Barat.

Setelah Jawa Barat, ada Jawa Timur, Sumatera Utara, DKI Jakarta, kemudian Papua. (Baca: Kontras: Aparat Kepolisian Aktor Utama Pengekang Kebebasan Berekspreasi Sepanjang 2015 )

"Lima wilayah ini memiliki situasi kebebasan yang sangat mengkhawatirkan karena ternyata pejabat-pejabat politik yang terpilih melalui proses politik daerah itu belum menjamin situasi kebebasan bisa dinikmati oleh warga," ujar Puri di Kantor KontraS Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (26/12/2015).

Untuk Jawa Timur, Kontras mencatat ada 35 kasus pembatasan berekspresi. Sebagian besar kasus berkaitan dengan pembatasan penyampaian opini di muka umum akibat penguasaan sepihak sumber daya alam dan aksi buruh.

Sementara itu, terjadi 28 kasus pembatasan hak berekspresi, berserikat dan berkumpul di Sumut, dan 26 kasus di Jakarta, kemudian 24 kasus di Papua.

"Untuk DKI Jakarta didominasi pembubaran paksa aksi, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang," ujar Puri.

Ia juga menyinggung Peraturan Gubernur No. 228 Tahun 2015 tentang Pengendalian Penyampaian Pendapat di Muka Umum yang pernah diterbitkan Pemprov DKI Jakarta.

Menurut dia, peraturan yang dikenal sebagai Pergub Ahok tersebut secara hukum telah menabrak jaminan konstitusi dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum karena hanya mengizinkan publik berunjuk rasa di tiga titik lokasi.

Dikeluarkannya peraturan tersebut, kata Puri, menunjukkan bahwa pemerintah cenderung anti-kritik dan tidak mau menerima aspirasi publik yang disampaikan lewat unjuk rasa. (Baca: Kontras Tolak Pergub Pembatasan Lokasi Unjuk Rasa di Jakarta)

"Meski telah dicabut dan diganti menjadi Pergub Nomor 232, namun semangat pembatasan hak berekspresi yang telah dijamin konstitusi dan undang-undang yang lebih tinggi derajatnya, masih sangat terasa," ucap Puri.

Sementara itu, Koordinator Kontras, Haris Azhar mengatakan, seharusnya pemerintah memuliakan warga negara sesuai dengan konsep Nawacita.

Namun, ia menilai, pemerintah seolah ingin menertibkan warganya. Warga cenderung dianggap sebagai masalah dan harus ditertibkan, termasuk dengan mengeluarkan aturan terkait demo atau unjuk rasa.

"Ini gambaran bagaimana dugaannya ke depan ruang kebebasan warga makin minim karena warga dianggap sebagai ancaman," ujar Haris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com