Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Aparat Kepolisian Aktor Utama Pengekang Kebebasan Berekspreasi Sepanjang 2015

Kompas.com - 26/12/2015, 15:34 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat, setidaknya terdapat 238 peristiwa pembatasan kebebasan berekspresi secara sewenang-wenang sepanjang 2015.

Wakil Koordinator Bidang Strategi dan Mobilisasi, Puri Kencana Putri menuturkan, kebebasan berserikat dan berkumpul memang merupakan kategori hak yang dapat dikurangi dan dibatasi.

Namun, pembatasan yang digunakan untuk mengurangi hak-hak tersebut tidak absolut dan harus disertai dengan ukuran-ukuran tertentu.

"Dan utamanya adalah untuk menjamin perlindungan hak-hak asasi lainnya yang harus tetap dilindungi dalam keadaan apapun," ujar Puri di Kantor KontraS Jalan Kramat II, Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (26/12/2015).

Puri memaparkan, aparat kepolisian masih menjadi pelaku utama pelaku pembatasan berekspresi, yaitu dengan 85 peristiwa.

Pembatasan tersebut di antaranya melalui pembubaran aksi demonstrasi dan mengemukakan pendapat di muka umum, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penganiayaan, pelarangan liputan dan acara-acara publik, hingga pelarangan mengunakan hijab.

Adapun aktor-aktor lainnya yang juga dianggap mengekang kebebasan berekspresi adalah pejabat publik (49 peristiwa), organisasi-organisasi kemasyarakatan yang menjunjung model advokasi keagamaan garis keras (31 peristiwa), aparat TNI (17 peristiwa), dan universitas (5 peristiwa).

KontraS juga menyoroti beberapa wacana yang berkembang di publik, seperti masuknya draf pasal penghinaan terhadap presiden dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh pemerintah.

Puri menilai, munculnya kebijakan semacam itu sama sekali tidak memiliki ruang definisi "penghinaan" presiden yang baku.

Sehingga, menurut dia, memberikan hukuman kepada mereka yang melakukan tindakan "penghinaan" juga bertentangan dengan prinsip di mana warga sebagai kelompok kolektif sosial, ekonomi dan politik memiliki hak untuk memberikan masukan, opini, bahkan kritik sebagai ruang partisipasi publik dalam kehidupan negara yang berdemokratis.

"Sepanjang 2015 ada kecenderungan yang menguat bahwa negara tidak hadir dalam menjamin kebebasan berekspresi berserikat dan berkumpul dari warga," kata Puri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com