Menurut Priyo, Setya Novanto hanya memiliki sedikit peluang untuk terbebas dari sanksi akibat perbuatannya.
Priyo mengungkapkan hal itu merujuk pada pengalamannya 17 tahun menjadi anggota dan pimpinan DPR. (Baca: "Partai Pendukung Setya Novanto Harus Dihukum dalam Pilkada")
Dalam pengamatannya, tidak ada anggota DPR yang lolos dari sanksi jika kasus yang dituduhkan sudah menuai perhatian publik secara luas.
"Pengalaman saya di DPR, kalau ada sebuah kasus yang diperbincangkan secara luas, orang sekuat apapun, sulit untuk menutupi. Saya ulangi, sulit," kata Priyo, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (8/12/2015).
Priyo melanjutkan, Partai Golkar harus menerima jika nanti Setya Novanto diberi sanksi mundur dari kursi pimpinan DPR oleh Mahkamah Kehormatan Dewan.
Ia menyebut Golkar memiliki banyak figur kompeten untuk menggantikan posisi Setya Novanto menjadi Ketua DPR RI. (Baca: Bukan Kasus Asusila, Sidang Tertutup Setya Novanto Dianggap Janggal)
Priyo mengklaim, saat ini mulai muncul perbincangan di internal Golkar mengenai figur yang diangap layak diusung untuk mengantisipasi skenario buruk pencopotan Setya Novanto.
Nama-nama yang mencuat, kata Priyo, di antaranya adalah Ade Komarudin, Bambang Soesatyo, Zainudin Amali, Agus Gumiwang, Aziz Syamsudin, dan Fadel Muhammad.
"Tetapi, kalau saya ada di posisi Pak Novanto, saya akan memilih mundur. Walaupun berat melepaskan jabatan setinggi itu, tapi setidaknya bersikap ksatria," ungkap Priyo.
Pemeriksaan Setya Novanto oleh MKD berlangsung pada Senin (7/12/2015) secara tertutup. Kepada Majelis MKD, Setya Novanto membantah semua tuduhan mengenai pencatutan nama dan usaha permintaan saham pada Freeport.
Ia juga mempertanyakan legal standing rekaman pembicaraan yang dijadikan dasar aduan Menteri ESDM Sudirman Said kepada MKD. (Baca: Setya Novanto Menyatakan Tidak Bersalah)