Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Kebiri Kimiawi Dianggap Efektif Kendalikan Angka Kekerasan Seksual

Kompas.com - 12/11/2015, 22:27 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Agus Purwadianto, menilai hukuman kebiri masih bisa diberlakukan.

Namun, Agus menyebut sejumlah pembatasan. Salah satunya adalah dengan menggunakan suntik kimiawi, bukan dengan pengangkatan testis.

"Dari penelitian memang terbukti untuk mengurangi kecenderungan kekerasan dan penyimpangan seksual," ujar Agus di Gedung FH UI, Depok, Kamis (12/11/2015).

Agus menambahkan, pada faktanya, pelaku kejahatan seksual terbukti memang memiliki kadar androgen yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan pelaku kejahatan seksual.

Hal tersebut menjadi salah satu dasar mengapa kebiri kimiawi dinilai lebih efektif.

Menurut Agus, kebiri kimiawi juga efektif dalam menurunkan angka kejahatan seksual berulang, walaupun pelaku memiliki faktor pendukung psikologis yang kuat.

Ia mencontohkan pemberlakuan kebiri kimiawi di Swedia. Pada 1960, kebiri kimiawi dilakukan kepada 900 orang pelaku kejahatan seksual di negara itu.

"80 persen kejadian kejahatan seksual berulang menurun hingga 2,3 persen," kata Agus.

Ia juga mencontohkan pemberlakuan kebiri kimiawi di Amerika terhadap 48 orang pria dengan perilaku seksual menyimpang.

Dengan pemberlakuan kebiri kimia satu tahun kepada 48 orang tersebut, pengaruh positif terlihat dari 40 orang.

Di antaranya adalah menurunnya perilaku penyimpangan seksual, penurunan fantasi seksual dan kemampuan mengontrol gairah seksual meningkat.

Meski begitu, Agus menuturkan, sejumlah efek samping jangka panjang mungkin terjadi kepada pelaku yang dikebiri secara kimiawi.

Risiko kesehatan yang mungkin terjadi, di antaranya osteoporosis, penyakit cardiovaskuler, gangguan metabolisme lemak dan glukosa, diabetes, infertilitas, depresi, anemia, kelelahan, dan penggumpalan darah.

"Efek sampingnya banyak, walaupun itu menahun. Artinya bisa kita atur jangkanya," tutur Agus.

Ia menilai hukuman kebiri kimiawi akan lebih efektif ketimbang hukuman penjara.

Selain menekankan penggunaan kebiri kimiawi, Agus juga mengatakan bahwa hukuman kebiri jika dilihat dari sisi medis masih dapat dilakukan.

Dengan catatan, jika ini merupakan bagian dari pengendalian komprehensif, serta menggunakan suntikan kimiawi berkala.

"Hukuman kebiri sebagai wujud kebijakan publik dari sisi medis masih dapat diberikan, dengan syarat yang amat limitatif (terbatas)," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Said Abdullah Paparkan 2 Agenda PDI-P untuk Tingkatkan Kualitas Demokrasi Elektoral

Nasional
Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com