Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut Anggito, Kader PPP Paling Banyak Diakomodasi Suryadharma Jadi Petugas Haji

Kompas.com - 26/10/2015, 13:37 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama, Anggito Abimanyu, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji dengan terdakwa mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali.

Dalam kesaksiannya, Anggito menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan haji tahun 2012, ada sisa kuota bebas nasional yang muncul beberapa hari menjelang tanggal penutupan pendaftaran petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.

Anggito mengatakan, penentuan siapa saja yang masuk ke dalam sisa kuota bebas nasional sepenuhnya merupakan kewenangan Suryadharma selaku menteri saat itu.

"Pemanfaatan sisa kuota bebas tersebut berdasarkan pada Kementerian Agama dan diisi atas permohonan tertulis, arahan lisan Menteri Agama secara langsung, dan ada arahan melalui Ermalena. Betul?" ujar jaksa penuntut umum saat membacakan berita acara pemeriksaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (26/10/2015).

"Betul. Prinsipnya usulan itu melalui Bapak Menteri, dan disampaikan kepada kami dengan pertimbangan tertentu dan disampaikan, diisi sesuai arahan beliau," kata Anggito.

Menurut Anggito, yang dipilih Suryadharma untuk memenuhi sisa kuota merupakan orang-orang terdekatnya, seperti kenalan, teman dekat, dan keluarga. Bahkan, diakui Anggito, banyak juga yang berasal dari Partai Persatuan Pembangunan, partai yang pernah dipimpin Suryadharma.

"Ada dari partai, dari unsur PPP. Yang paling banyak dari PPP," kata Anggito.

Anggito mengatakan, ada unsur subyektivitas Suryadharma dalam menempatkan orang-orang terdekatnya sebagai petugas haji. Ia membantah bahwa argumen itu hanya merupakan kesimpulannya.

"Saya punya datanya. Ini fakta bahwa ada unsur-unsur yang terkait dengan beliau (yang jadi petugas)," kata Anggito.

Suryadharma membantah

Mendengar pernyataan Anggito, Suryadharma membantah bahwa dia banyak mengakomodasi kader PPP untuk menjadi petugas haji. Suryadharma lantas menyebutkan sejumlah nama yang bukan berasal dari PPP.

"Ini kesannya jadi PPP yang paling banyak. Kan ada yang lain juga," kata Suryadharma.

Pada penyelenggaraan ibadah haji 2010-2013, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah saat itu, Slamet Riyanto, menerima permintaan anggota Panitia Kerja Komisi VIII DPR RI untuk mengakomodasi orang-orang tertentu agar bisa naik haji gratis dan menjadi petugas PPIH Arab Saudi.

Permintaan tersebut disetujui Suryadharma dengan menunjuk sendiri beberapa orang lain menjadi petugas PPIH. Padahal, orang-orang yang direkomendasikan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pedoman rekrutmen dan menjalani tes sesuai mekanisme semestinya.

Suryadharma juga memasukkan orang-orang dekatnya, termasuk keluarga, ajudan, pengawal pribadi, dan sopir untuk dapat menunaikan ibadah haji secara gratis. Ia juga membentuk rombongan pendamping amirul hajj, meski mereka tidak terdapat dalam komposisi alokasi anggaran.

Atas perbuatannya, Suryadharma disangka melakukan pelanggaran Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com