JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menilai prosedur penyadapan perlu diatur dalam undang-undang supaya tidak terjadi tindakan yang sewenang-wenang. Selama ini, belum ada undang-undang khusus yang mengatur penyadapan oleh penegak hukum, termasuk penyadapan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Kalau dulu protapnya oleh KPK, sekarang diatur saja dalam UU supaya misalnya, karena UU setiap yang menyangkut pribadi harus diatur UU, ini menyangkut privasi," kata Yasonna di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Ia juga mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi pernah menerbitkan putusan yang menilai bahwa prosedur penyadapan harus diatur melalui undang-undang. Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan hingga saat ini belum ada pengaturan yang komprehensif mengenai penyadapan.
Sejauh ini, pengaturan penyadapan masih tersebar di beberapa undang-undang dengan mekanisme dan tata cara yang berbeda-beda. Seperti diatur dalam UU ITE, UU No 40 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, dan UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Mahmakah berpendapat, penyadapan merupakan bentuk pelanggaran right of privacy sebagai bagian dari HAM yang dapat dibatasi. Hal ini jelas melanggar UUD 1945. Namun, pembatasan atas hak privasi ini hanya dapat dilakukan dengan undang-undang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28J ayat (2) UUD 1945.
Menurut MK, perlu dibuat undang-undang khusus yang mengatur prosedur penyadapan yang dilakukan oleh lembaga yang diberi wewenang. Sebab, PP tidak dapat mengatur pembatasan HAM.
Kendati menilai perlunya undang-undang khusus yang mengatur penyadapan, Yasonna menyampaikan bahwa mungkin prosedurnya tidak harus melalui izin dari lembaga pengadilan untuk bisa melakukan penyadapan.
"Mungkin tidak perlu harus izin pengadilan, tetapi bagaimana auditnya, pertanggung jawabannya diatur secara undang-undang supaya kuat, supaya tidak sewenang-wenang," kata Yasonna.
Sebelumnya, sebanyak enam fraksi mengusulkan perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK saat rapat Badan Legislasi DPR, Selasa (6/10/2015) kemarin. Keenam fraksi itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar.
Salah satu poin revisi yang diusulkan mengatur prosedur penyadapan oleh KPK. Dalam draf revisi itu disebutkan bahwa KPK hanya dapat melakukan penyadapan setelah ada bukti permulaan yang cukup dan dengan izin ketua pengadilan negeri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.