JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) menyayangkan jika publik tidak bisa lagi mendapatkan informasi soal perkara yang ditangani penegak hukum.
"Kami sangat menyayangkan. Kami mendorong justru ke keterbukaan informasi. Kami maunya penanganan perkara, khususnya korupsi tetap transparan dan akuntabel," ujar staf Divisi Investigasi ICW, Lais Abid, di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/9/2015).
Pernyataan Lais tersebut terkait rencana pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Antikriminalisasi. Salah satu poin dalam PP itu disebutkan bahwa penegak hukum tidak boleh memublikasikan perkara mulai dari tahap penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan.
Lais mengatakan, poin tersebut semestinya tidak ada. Sebab, dengan sedikit keterbukaan, publik dapat mengawasi kinerja penegak hukum. Menurut Lais, mengawasi penegak hukum pada saat ini saja sudah sulit, bagaimana jika informasinya benar-benar tertutup.
"Kalau yang tidak boleh dibukanya itu hanya soal substansi perkara atau materi penyidikan, kami sih tidak masalah. Kami sadar betul itu rahasia," ujar Lais.
"Tapi, kalau cuma peningkatan perkara dari penyelidikan ke penyidikan, lalu kasusnya soal apa, inisial tersangka, yang umum-umum itu, ya masa ditutup juga," lanjut dia.
Lais yakin bahwa menutupi informasi tersebut tidak akan berimbas baik pada penegakan hukum, terutama di sektor pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pemerintah tengah merancang PP Antikriminalisasi. Tujuan utama PP itu adalah melindungi pejabat pemerintah saat hendak menggunakan diskresinya sebagai kuasa pemegang anggaran dari jeratan pidana. Sebab, pemerintah ingin pejabat pemerintah bergerak cepat dalam hal belanja modal tanpa harus khawatir kebijakannya berujung pada pidana.
Salah satu poinnya yaitu penegak hukum tidak bisa langsung mengusut dugaan tindak pidana dalam kebijakan. Pengusutan baru bisa dilakukan jika pengawas internal atau lembaga audit negara sudah menyatakan adanya unsur dugaan tindak pidana.
Selain itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mengatakan, ada poin bahwa penegak hukum wajib merahasiakan suatu perkara mulai dari tahap penyelidikan hingga penuntutan. (Baca: Rancangan PP Antikriminalisasi Wajibkan Penegak Hukum Rahasiakan Perkara)
“Tidak memublikasikan secara luas terhadap kasus-kasus sampai pada tingkat penuntutan,” ujar Badrodin di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (25/9/2015).
Selain soal perkaranya, lanjut Badrodin, aparat penegak hukum juga tak boleh memublikasikan secara luas nama tersangka dalam suatu perkara. Perkara dan nama tersangka baru dapat dipublikasikan setelah masuk ke tahap penuntutan. (Baca: PP Antikriminalisasi Dikhawatirkan Jadikan Penegakan Hukum Tak Transparan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.