"Prasasti itu ditandatangani kalau setelah dibuat, bukan sebelum dibuat. Ini kan baru rencana (pembangunan), mau teken apa?" kata Kalla, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Sabtu (15/8/2015).
Kalla mengungkapkan, DPR seharusnya menyampaikan rencana pembangunan secara komplet berikut rancangan anggaran pembangunannya. Setelah itu, rencana pembangunan harus disetujui bersama antara DPR dan pemerintah.(Baca: Buka Sidang, Ketua DPR Minta Jokowi Resmikan 7 Proyek DPR)
Kata Kalla, pemerintah belum secara resmi memberikan persetujuan pada DPR tentang pembangunan tujuh proyek tersebut. Pembicaraan yang dilakukan baru sebatas informal.
"Kalau belum disetujui anggarannya langsung teken itu kan fait accompli, kita tidak ingin itu," ujarnya.
Seusai sidang tahunan MPR/DPR/DPD Presiden Joko Widodo menolak untuk meresmikan pembangunan tujuh proyek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. (Baca: Jokowi Tolak Resmikan 7 Proyek DPR)
Jokowi ingin ada usulan yang jelas terlebih dahulu dari DPR sebelum meresmikan proyek ini. "Jadi, Presiden ingin agar proyek ini clear dulu. Baru, setelah ada proses, kita bicarakan ke mana arahnya," kata Ketua Tim Implementasi Reformasi Parlemen Fahri Hamzah.
Selain museum dan perpustakaan, proyek lain yang direncanakan akan dibangun oleh DPR adalah alun-alun demokrasi, jalan akses bagi tamu ke Gedung DPR, visitor center, pembangunan ruang pusat kajian legislasi, pembangunan ruang anggota dan tenaga ahli, serta integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR. Meski sudah merdeka cukup lama, Indonesia dianggap masih belum bisa disebut sebagai negara hebat. Ada empat hal yang masih menjadi catatan bagi pemerintah untuk ditingkatkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.