Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Relawan Jokowi Setuju Pasal Penghinaan Presiden asal Tak Karet

Kompas.com - 11/08/2015, 12:50 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok Relawan Pro-Jokowi (Projo) mendukung pasal penghinaan terhadap Presiden diatur dalam KUHP. Meski demikian, para relawan berpandangan bahwa pasal tersebut perlu dilengkapi dengan penjelasan agar tidak menghalangi siapa pun untuk berpendapat.

"Kita mendukung pasal itu, tetapi jangan sampai menjadi pasal karet, jangan sampai dipelintir semaunya," ujar Ketua Umum Projo Arie Budi Setiadi di Kantor Dewan Pertimbangan Presiden, Jakarta, Selasa (11/8/2015).

Menurut Budi, masuknya pasal penghinaan terhadap Presiden dalam rancangan undang-undang KUHP sebenarnya karena ada suatu kebutuhan untuk menjaga martabat seorang kepala negara. (Baca: Yudhoyono Ingatkan Jokowi via Akun Twitter)

Menurut dia, apa yang terjadi selama ini, seperti di media sosial, cenderung sebagai penghinaan ketimbang pernyataan kritik atau pendapat terhadap Presiden.

Meski demikian, menurut Budi, bunyi pasal itu perlu dilengkapi dengan penjelasan. Misalnya, berupa klasifikasi apa saja yang termasuk kritik dan apa yang tergolong sebagai suatu penghinaan. Ia menyarankan agar DPR dapat mengkaji pasal tersebut dengan lebih seksama. (baca: Yasonna: Tanpa Pasal Pelarangan Penghinaan, Kita Bisa Seenak Perut Hina Presiden)

"Kita mengharapkan paling tidak demokrasi ini bukan caci maki dan fitnah. Kita juga mau melindungi demokrasi dan orang-orang yang bersuara kritis harus kita tempatkan secara terhormat. Demokrasi juga perlu kritik, tetapi kalau orang mencaci maki, untuk apa dilindungi?" kata Budi.

Pengajuan pasal tersebut menuai pro dan kontra. Aturan mengenai larangan penghinaan terhadap Presiden sudah diajukan semasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan diajukan kembali oleh pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. (Baca: Amir: Masa Presiden Kita Boleh Dihina, tetapi Tak Boleh Hina Kepala Negara Lain?)

Dalam Pasal 263 RUU KUHP ayat 1 yang disiapkan pemerintah disebutkan bahwa "Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV".

Dalam ayat selanjutnya ditambahkan, "Tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri". Menurut Presiden Joko Widodo, pasal itu ada untuk melindungi presiden sebagai simbol negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com