Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Dinasti Politik Sangat Berpotensi Korupsi

Kompas.com - 10/07/2015, 09:41 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Indriyanto Seno Adji menilai, dinasti politik di daerah berpotensi munculnya tindak pidana korupsi. Mahkamah Konstitusi sebelumnya menilai keluarga petahana diperbolehkan mengikuti Pilkada tanpa batasan.

"Soal potensi korupsi terhadap dinasti politik itu sangat memungkinkan berdasarkan praktik empiris," ujar Indriyanto melalui pesan singkat, Jumat (10/7/2015).

Indriyanto lantas mencontohkan beberapa daerah yang membentuk dinasti kecil dan tersandung korupsi di KPK. Misalnya, kata Indriyanto, kasus Gubernur nonaktif Banten Atut Chosiyah yang menempatkan kerabatnya di pemerintahan Banten. Dinasti Banten keluarga Atut berawal dari sang ayah, Tubagus Chasan Sochib. Pria yang dikenal memegang kendali Banten itu mengantarkan pasangan Djoko Munandar-Ratu Atut sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tahun 2001.

Diketahui, adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana merupakan ketua AMPG Banten. Sedangkan istri Wawan, Airin Rachmi menjadi Wali Kota Tangerang Selatan. Selain itu, anak Atut, Andika Hazrumy, menjabat sebagai anggota DPD Banten 2009-2014, sementara istrinya Ade Rossi Khoerunisa menjabat sebagai anggota DPRD Kota Serang 2009-2014. Begitu pula dengan Ratu Tatu Chasanah, saudara Atut yang menjadi Wakil Bupati Kabupaten Serang 2010-2015.

Contoh lainnya, sebut Indriyanto, yaitu kasus Bupati Empat Lawang yang baru diusut KPK. Kendati demikian, Indriyanto menghormati putusan MK tersebut.

"Saya menghormati putusan MK mengingat basisnya adalah hak asasi warga negara dalam kehidupan dan sistem ketatanegaraan," kata Indriyanto.

Mahkamah Konstitusi membatalkan syarat calon kepala daerah/calon wakil kepala daerah tidak punya konflik kepentingan dengan petahana seperti diatur dalam Pasal 7 Huruf r UU No 8/2015.

Dengan demikian, anggota keluarga, kerabat, dan kelompok yang dekat dengan petahana dapat mengikuti pilkada serentak pada Desember 2015, tanpa harus menunggu jeda lima tahun atau satu periode jabatan. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan, ketentuan larangan konflik kepentingan memuat pembedaan perlakuan yang semata didasarkan atas kelahiran dan status kekerabatan seseorang.

Di sisi lain, konstitusi menjamin setiap orang bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapat perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif. Larangan diskriminasi juga ditegaskan dalam Pasal 3 Ayat (3) UU HAM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com