Tujuh puluh tahun yang lalu, para pemuda Indonesia berkumpul untuk membahas kemerdekaan bangsa. Semangat perjuangan menggelora dalam diri mereka. Buah pemikiran mereka dijadikan landasan bangsa, hingga lahirlah empat konsensus dasar: Pancasila, Undang-Undang Dasar NRI 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Kini, setelah hampir 70 tahun merdeka dan 17 tahun mendeklarasikan reformasi, Indonesia butuh pemuda-pemuda berpikiran revolusioner seperti itu. Pemuda dengan semangat kebangsaan yang mampu menyelesaikan permasalahan bangsa.
Setidaknya, itulah yang disampaikan Ketua MPR Zulkfifli Hasan dalam sambutan Seminar Nasional dan Rakernas Center Election and Political Party (CEPP) University Link, Jumat (12/6/2015). Katanya, untuk mempertahankan konsensus dasar itu butuh perjuangan yang berat dan panjang dari semua kalangan.
“Jika hanya praktisi yang berbicara, maka isinya hanya pemikiran pendek, pragmatis. Yang kita butuhkan adalah orang-orang revolusioner seperti dulu,” ungkap Zulkifli di Gedung Nusantara IV, Gedung Parlemen RI, Senayan, Jakarta Pusat.
Dalam kesempatan yang sama, Zulkifli mengapresiasi terselenggaranya acara tersebut. Katanya, acara yang bertema “Masa Depan Nasionalisme Indonesia: Kedaulatan, Kebangsaan, Kewarganegaraan, dan Kepemimpinan” ini, bisa menentukan bagaimana negara kita akan bergerak setelah 100 tahun kemerdekaan nanti. Sebab, perguruan tinggi ikut ambil andil dalam memajukan masyarakat dan mencetak pemimpin bangsa.
Maka dari itu, perguran tinggi juga harus ikut serta dalam menjadikan konsesus negara sebagai bagian hidup di masyarakat. Untuk itu, Zulfkli menawarkan kerjasama kepada perguran tinggi yang hadir untuk menyelenggarakan Pelatihan Sosialisasi Empat Pilar kepada dosen-dosen di Indonesia. Nantinya, dosen yang mengikuti pelatihan Sekolah Kebangsaan bisa menyebarluaskan hal tersebut ke mahasiswa dan masyarakat.
Terlebih, dewasa ini, Empat Konsesus tersebut sudah tidak populer lagi di masyarakat. Banyak kalangan yang menilai Empat Konsesus tersebut hanya urusan Pemerintah Pusat, khususnya MPR. Ini karena pembahasan Empat Konsesus dirasa tidak menaik dan kurang up to date.
“Kalau hanya mengandalkan MPR dalam sosiasliasi tidak akan bisa maksmial. Makanya saya tawarkan kerjasama supaya mereka bisa melatih di kampus masing-masing. Dengan begitu, Empat Konsesus kita itu bisa jadi perilaku dan budaya di masyarakat,” kata Zulkifli.
Konsesus negara, kata Zulkifli, merupakan hal mutlak yang tidak bisa diganggu-gugat. Itulah yang memperkuat negara ini meraih kemerdekaan sehingga tidak perlu diperdebatkan lagi. Yang patut dipermasalahkan dan diperjuangkan dewasa ini adalah soal bagaimana mengentaskan kemiskinan, menciptakan transparansi pemerintahan, dan lain-lain.
Apalagi mengingat sebentar lagi Masyarakat Ekonomi Asean akan berlangsung. Sehingga permasalah yang harus dihadapi adalah bagaimana menciptakan masyarakat unggul dengan nilai tambah.
“Jangan lagi bahas perbedaan suku, agama, golongan. Bukan lagi itu masalah kita. Sekarang kita harus fokus ke permasalahan global,” tutup mantan Menteri Kehutanan era SBY ini.
Dalam acara tersebut, selain mengadakan seminar nasional dan rakernas, CEPP University Link juga mendeklarasikan pembentukan Asosiasi Dosen Ilmu Politik se-Indonesia. Pembentukan ini, kata Presiden Direktur CEPP Chusnul Mariyah, bertujuan agar para dosen ilmu politik di
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.