Sesuai jadwal, KPU akan membuka tahapan pendaftaran calon kepala dan wakil kepala daerah pada 26-28 Juli 2015. Sementara, pelaksanaan pilkada serentak itu sendiri akan dilangsungkan pada 9 Desember 2015.
Sementara itu, konflik di tubuh PPP dan Partai Golkar pasca-putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) belum rampung. PPP kubu M Rommahurmuziy dan Partai Golkar kubu Agung Laksono menyatakan banding, setelah Surat Keputusan Menkumham yang mengesahkan kepengurusan mereka dibatalkan PTUN.
Helmi menambahkan, konsultasi diperlukan karena waktu yang dimiliki DPR dan pemerintah untuk membahas revisi tersebut terbatas. "Kan jadwalnya pilkada sudah dekat, sementara dua parpol ini nasibnya seperti apa. Konsultasi dengan MA agar bisa mendapat fatwa terkait kasus ini," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhi Purdijatno mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo sudah menentukan sikap atas usulan Revisi UU Pilkada. Presiden menyatakan menolak usulan itu.
"Kemarin Presiden sudah menyatakan menolak revisi. Jadi akan tetap menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015," ucap Tedjo di Istana Kepresidenan, Selasa (19/5/2015).
Usul revisi UU Pilkada ini muncul setelah KPU menyetujui draf peraturan KPU mengenai partai politik yang bersengketa. KPU memberikan syarat bahwa parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.
Pada rapat antara pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU, dan Kementerian Dalam Negeri, Senin (4/5/2015), DPR meminta KPU menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. Namun, KPU menolak karena tidak ada payung hukum yang mengatur hal itu. Akhirnya, DPR berupaya merevisi UU Partai Politik dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.