Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas PA Klarifikasi Data Terpidana Mati Yusman

Kompas.com - 25/03/2015, 13:53 WIB


CILACAP, KOMPAS.com
- Komisi Nasional Perlindungan Anak mengklarifikasi data terpidana mati Yusman Telaumbanua yang dikabarkan masih anak-anak saat divonis Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Nias, Sumatra Utara, pada 21 Mei 2013.

"Saya bersama Ibu Menteri (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise) tadi berhasil bertemu dengan Yusman. Tujuannya adalah mengklarifikasi, meminta data-data langsung dari dia, korban," kata Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (25/3/2015) seperti dikutip Antara.

Hal itu dikatakan Arist usai menemui Yusman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Batu, Pulau Nusakambangan.

Arist mengatakan, pihaknya mencari data menyangkut status Yusman, apakah masih anak atau sudah dewasa saat vonis mati itu dijatuhkan. Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga mengklarifikasi proses penuntutan yang dimulai dari proses pemeriksaan hingga vonis.

"Yang ketiga, kita mintai juga keterangan bagaimana keluarganya. Lalu yang keempat, kita memberikan solusi. Nah yang jelas, apa yang terberitakan di media, itu benar terjadi bahwa anak ini sejak proses pemeriksaan itu mengaku umur 16 tahun," katanya.

Bahkan saat vonis, kata dia, hakim juga menanyakan usia Yusman yang dijawab masih berusia 16 tahun. Namun, lanjut dia, ada kejanggalan keterangan dari korban seperti tidak didampingi oleh penasihat hukum saat proses pemeriksaan.

Menurut dia, Yusman juga tidak mengerti putusan hukuman mati itu seperti apa.

"Lalu kemudian pengacaranya justru meminta hukuman mati dan ketika dia tanya hukuman mati itu apa, si korban (Yusman) tidak mengetahui hukuman mati," katanya.

Terkait hal itu, Arist mengatakan bahwa langkah yang akan dilakukan oleh Komnas PA adalah membantu Yusman untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) dengan bukti-bukti baru.

"Ini proses hukumnya bukan tawar-menawar dia hukuman mati atau tidak, tetapi kalau dia betul-betul seperti apa yang kita temukan, sesuai dengan keterangan dari Yusman, tidak ada hukuman mati untuk anak-anak. Oleh karena itu, kita akan minta proses hukumnya untuk mengembalikan dia, kalaupun dia bersalah melakukan pembunuhan, dia maksimal hanya 10 tahun (penjara), tidak dibenarkan oleh hukum Indonesia maupun internasional itu hukuman mati," katanya.

Arist menambahkan, berdasarkan klarifikasi terhadap Yusman, diketahui bahwa yang bersangkutan masih berusia 16 tahun saat kasus itu terjadi. Yusman mengaku dipaksa oleh polisi agar menyebut berusia 19 tahun. (baca: Yasonna Bantu Ajukan PK atas Vonis Mati Anak Bawah Umur di Nias)

"Dari keterangan itu tampaknya ada pemaksaan. Saya tidak menyebutkan rekayasa, tetapi ada pemaksaan kepada dia untuk berusia 19 tahun," katanya.

Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Nias, Sumatra Utara, pada 21 Mei 2013, memvonis mati Yusman Telaumbanua dan Rasulah Hia atas kasus pembunuhan berencana terhadap Kolimarinus Zega, Jimmi Trio Girsang, dan Rugun Br. Haloho, pada 24 April 2012.

Keduanya kini mendekam di Lapas Batu setelah dipindahkan dari Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara pada 17 Agustus 2013 bersama 20 narapidana lainnya.

Ketika vonis mati itu dijatuhkan oleh pengadilan, Yusman dilaporkan masih berusia 16 tahun karena dia diketahui lahir pada tanggal 5 Agustus 1996 sesuai dengan surat baptis dari gereja. (baca: Jaksa Agung: Tidak Ada Rekayasa dalam Vonis Mati Anak di Bawah Umur di Nias)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih Para Pemberani

Dipilih 75 Persen Warga Aceh, Anies: Terima Kasih Para Pemberani

Nasional
Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Nasional
Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Nasional
Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki 'Presiden 2029'

Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki "Presiden 2029"

Nasional
Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Nasional
Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Nasional
AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Nasional
Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com