Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketidaktegasan Jokowi Jangan Ditutupi dengan Eksekusi Mati

Kompas.com - 11/02/2015, 08:42 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) meminta pemerintah untuk melakukan moratorium atau penghentian sementara eksekusi terpidana mati. Menurut Ketua Badan Pengurus YLBHI Alvon Kurnia, pemerintah sedianya membenahi dulu sistem peradilan di Indonesia sebelum melakukan hukuman mati.

"Tentunya langkah moratorium harus dilanjutkan dengan penghapusan pasal-pasal yang masih memberlakukan sanksi hukuman mati dan membenahi sistem peradilan pidana," ucap Alvon di Jakarta, Rabu (11/2/2015).

Ia juga menilai, sedianya, rencana eksekusi hukuman mati terpidana narkoba gelombang kedua ini jangan sengaja diembuskan untuk menutupi ketidaktegasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menuntaskan perseteruan antara kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Ketidaktegasan Jokowi dalam menuntaskan perseteruan antara Polri dengan KPK hendaknya jangan ditutupi dengan ketegasan palsu berupa pelaksanaan eksekusi terhadap para terpidana mati," ucap dia.

Setelah pelaksanaan eksekusi enam terpidana mati narkotika pada Januari 2015, pemerintah menyatakan siap melakukan eksekusi tahap selanjutnya. Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan, masih ada 60 terpidana mati yang akan dieksekusi.

Menurut Alvon, pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla harus menyadari kecaman dunia internasional atas pelaksanaan eksekusi mati terpidana narkotika. Di samping adanya pertentangan dari segi moral dan etika, Alvon meminta Jokowi memahami bahwa di mata internasional sistem peradilan pidana Indonesia masih jauh dari sempurna.

"Pelapor Khusus PBB untuk Kemandirian Hakim dan Pengacara pernah mengeluarkan laporan yang bahwa Indonesia memiliki sistem peradilan terburuk," ujar Alvon.

Pada 2008, lanjut dia, Political and Economic Risk Consultancy (PERC) menyatakan bahwa sistem peradilan Indonesia menduduki peringkat terbawah di Asia. Selain itu, kata Alvon, peradilan Indonesia menduduki peringkat 12 dari 15 negara di Asia Timur dan Pasifik menurut World Justice Index 2014.

Alvon mengatakan, sistem peradilan pidana yang buruk cenderung disalahgunakan. Ia mencontohkan kasus yang menimpa Imam Hambali dan David Eko Priyanto. Keduanya dinyatakan bersalah dan divonis 12 dan 17 tahun penjara sebagai pembunuh Asrori. Namun, belakangan terdapat fakta baru bahwa Asrori merupakan salah satu korban pembunuhan berantai yang dilakukan oleh Verry Idham Heryansyah alias Ryan.

"Berdasarkan pengakuan dari keduanya terpaksa mengaku melakukan pembunuhan karena tidak tahan terhadap berbagai bentuk penganiayaan yang didapatkan pada saat proses penyidikan di kepolisian," ujar Alvon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Nasional
Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Nasional
Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki 'Presiden 2029'

Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki "Presiden 2029"

Nasional
Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Nasional
Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Nasional
AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Nasional
Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com