Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial: Belum 100 Hari, Jokowi Sudah "Melumuri Tangannya dengan Darah"...

Kompas.com - 19/01/2015, 16:13 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti mengkritik eksekusi mati terhadap enam narapidana kasus narkotika yang dilakukan pemerintah Joko Widodo. Ia menganggap kebijakan tersebut merupakan pencitraan.

"Kenapa pada hari ke-91 menjabat Presiden, bahkan belum 100 hari, dia sudah 'melumuri tangannya dengan darah' melalui eksekusi mati? Apa lagi kalau bukan pencitraan?" ujar Poengky di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (19/1/2015).

Poengky mengatakan, di Indonesia, kebijakan eksekusi mati dilaksanakan rezim penguasa ketika dia butuh panggung di mata publik atas kebijakan-kebijakan lain yang tidak populer. (Baca: Kemenlu: Eksekusi Mati Sesuai Hukum Internasional)

Dia menengarai, eksekusi mati yang dilakukan rezim Jokowi adalah cara untuk mengatrol citranya di tengah terpaan berita negatif seputar pemilihan tersangka Komjen Budi Gunawan sebagai kepala Polri atau kebijakan yang lain.

"Pengalaman sudah membuktikan apa yang saya katakan tadi. Berkaca saja pada pemerintahan sebelumnya," ujar Poengky.

Poengky menambahkan, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah melakukan eksekusi mati terhadap delapan orang, yakni tahun 2008 atau jelang Pemilu 2009. Pada 2013 atau jelang Pemilu 2014, pemerintahan SBY kembali mengeksekusi lima terpidana mati. (Baca: Kontras: Eksekusi Mati Adami demi Perbaiki Citra SBY)

"Ini tendensinya ngejar popularitas biar naik bahwa seolah-olah pemerintahannya tegas, mampu mengatasi kejahatan narkotika, dan lain-lain. Padahal, tidak sama sekali," ujar dia.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah tidak pandang bulu dalam melaksanakan eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotika. Kalla mengatakan bahwa eksekusi mati menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang berani melakukan kejahatan narkotika di Indonesia. (Baca: Wapres: Peringatan Keras bagi Siapa Pun yang Terlibat Kejahatan Narkotika!)

Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengatakan bahwa eksekusi hukuman mati terhadap enam terpidana mati kasus narkotika pada Minggu (18/1/2015) merupakan gelombang pertama. Pemerintah akan melakukan eksekusi berikutnya dengan prioritas kasus-kasus narkotika. (Baca: Kejaksaan Agung Siapkan Eksekusi Mati Gelombang Berikutnya)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com