JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo dinilai mempermainkan kepercayaan publik. Hal itu terjadi setelah Jokowi mencalonkan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan sebagai Kepala Polri menggantikan Jenderal Polisi Sutarman. Budi kini ditetapkan sebagai tersangka dugaan transaksi mencurigakan atau tidak wajar.
"Jokowi tampaknya bermain-main di atas kepercayaan publik karena mencalonkan BG (Budi Gunawan)," ujar peneliti Indonesian Institute for Development and Democracy Arif Susanto di kantor Sekretariat Kontras, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2015).
Menurut Arif, Jokowi adalah sosok yang telah dinanti-nanti pascareformasi. Jokowi dinilai mampu membawa perubahan Indonesia menjadi lebih baik. Rakyat pun telah menaruh rasa percaya atas Jokowi. Terbukti saat Jokowi menang dalam Pilpres 2014.
"Jokowi nampaknya menyia-nyiakan apa yang sudah dipercayakan publik terhadapnya," kata dia.
Arif mengatakan, satu-satunya cara Jokowi untuk meraih kembali kepercayaan publik adalah mengganti calon Kapolri dengan nama yang lebih laik dan sesuai undang-undang yang berlaku. Jokowi juga harus menjelaskan ke publik soal pencalonan Budi Gunawan jadi Kapolri. Arif juga berharap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus membuktikan komitmennya atas penegakan hukum di Indonesia.
"Ini bukti bahwa hukum memang tidak dapat berdiam diri manakala politik menjadi arena kejahatan," ujar dia.
KPK menetapkan Budi sebagai tersangka beberapa hari setelah Presiden Joko Widodo menunjuk jenderal bintang tiga itu sebagai calon tunggal Kepala Polri. Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Kalemdikpol) itu dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Komisi III DPR RI, Rabu siang, Budi menampik tuduhan KPK itu. Dia merasa tidak melakukan tindak pidana korupsi. Ia mengklaim semua transaksi keuangannya selama ini legal.
"Hasil penyidikan disimpulkan sebagai transaksi yang wajar. Tidak dikatakan perbuatan melanggar hukum dan tidak melibatkan transaksi yang tidak wajar," ujar Budi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.