Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perppu Pilkada, Pertaruhan Penuh Risiko

Kompas.com - 05/12/2014, 09:04 WIB


KOMPAS.com — Musyawarah Nasional IX Partai Golkar akhirnya secara terbuka merekomendasikan untuk mengembalikan pemilu kepala daerah ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sikap politik itu segera diikuti dengan pernyataan senada dari sejumlah politisi anggota Koalisi Merah Putih, tempat Golkar menjadi salah satu anggotanya.

Sejumlah politisi dari Koalisi Merah Putih (KMP) yang dalam pemilu presiden lalu mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa bahkan membuat kilah terkait kesepakatan mereka dengan Partai Demokrat dan Presiden (saat itu) Susilo Bambang Yudhoyono untuk mendukung Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu Nomor 1 Tahun 2014. Dalam perppu yang membatalkan UU No 22/2014 itu, pilkada dilakukan langsung oleh rakyat.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah, misalnya, menyatakan, KMP tidak pernah berjanji akan menerima Perppu Pilkada. KMP hanya mengatakan mendukung Presiden Yudhoyono menerbitkan Perppu Pilkada.

Sejak sebelum Munas IX Golkar sebenarnya telah muncul gelagat penolakan Perppu Pilkada di kompleks parlemen. Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu, 24 November lalu, Komisi II DPR meminta KPU dan Bawaslu menyiapkan dua opsi peraturan untuk Pilkada 2015, yaitu jika perppu diterima dan jika perppu ditolak. Dengan kata lain, KPU selain menyusun peraturan teknis pilkada langsung juga diminta untuk menyiapkan peraturan jika pilkada dilaksanakan oleh DPRD.

Dalam suatu perbincangan, seorang politisi mengatakan, untuk sebagian besar politisi, pilkada di DPRD lebih nyaman. "Jika lewat DPRD tinggal menjamu anggota DPRD dan pengurus partai pemilik suara. Pilkada langsung jauh lebih melelahkan karena harus berkeliling merebut suara rakyat," katanya.

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional Dradjad H Wibowo juga menegaskan, tidak sedikit pengurus dan kader PAN yang menolak Perppu Pilkada.

Dalam hitungan sederhana, setelah Partai Golkar merekomendasikan menolak Perppu Pilkada, perppu itu tetap bisa lolos karena akan didukung 307 dari 560 anggota DPR. Dukungan ini berasal dari Fraksi PDI-P, Fraksi Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, dan Fraksi Partai Demokrat. Sementara itu, 253 anggota dari empat fraksi parpol KMP menolak Perppu Pilkada.

Namun, hitung-hitungan itu bisa berubah di lapangan. Selama ini, internal KMP tak hanya solid, tetapi juga lihai menarik suara dari kelompok lain. Fenomena ini terlihat saat KMP memenangi pemilihan pimpinan MPR pada Oktober lalu. Padahal, dalam hitung-hitungan di atas kertas, Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang didukung Dewan Perwakilan Daerah yang memenanginya.

Potensi hilangnya dukungan terhadap Perppu Pilkada di parlemen makin besar karena banyak politisi sebenarnya menginginkan pilkada lewat DPRD. Alasannya, relatif lebih murah dan tidak melelahkan.

Beda pendapat

Apabila DPR akhirnya tetap menerima Perppu Pilkada, pilkada diselenggarakan secara langsung. Namun, jika Perppu Pilkada ditolak, ada dua pendapat yang muncul. Pertama, Undang-Undang No 22/2014 langsung kembali berlaku sehingga Pilkada 2015 bisa segera dilakukan melalui DPRD. Pendapat kedua, terjadi kekosongan hukum.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember, Jawa Timur, Widodo Ekatjahjana mengungkapkan, dua pendapat itu punya basis argumentasi masing-masing. Apabila mengacu pada teori kepastian hukum yang menilai bahwa perppu merupakan ketentuan/norma sementara, ketika ketentuan sementara itu dibatalkan, akan kembali ke situasi sebelumnya. Artinya, norma yang dibatalkan perppu, yaitu pilkada melalui DPRD yang diatur di dalam UU No 22/2014, berlaku kembali.

Namun, jika ditinjau dari aspek kemanfaatan, situasinya tidak serta-merta kembali ke kondisi yang lama dan yang terjadi adalah kekosongan aturan. Widodo lebih cenderung pada pendapat yang kedua. Menurut dia, perppu berlaku sejak ditandatangani. Sifat kesementaraan perppu (sampai disetujui/ditolak DPR) tidak memengaruhi keberlakuan norma yang diatur oleh perppu. Artinya, UU No 22/2014 sudah dicabut.

Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, setuju dengan pendapat kedua. Oleh karena itu, jika DPR menolak Perppu Pilkada, menurut dia, Presiden Joko Widodo harus mengeluarkan perppu pencabutan Perppu Pilkada atau mengajukan RUU Pilkada baru.

Namun, untuk mengajukan RUU Pilkada baru butuh waktu relatif lama untuk membahasnya. Namun, jika mengeluarkan perppu, perppu itu bisa kembali ditolak DPR. ”Kalau perppu ditolak terus bisa berbahaya, daerah-daerah akan bergejolak," tuturnya seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR beberapa waktu lalu.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-'reshuffle' Kapan Pun

Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-"reshuffle" Kapan Pun

Nasional
Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Hadiri Lion Dance Exhibition, Zita Anjani Senang Barongsai Bertahan dan Lestari di Ibu Kota

Nasional
Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Timwas Haji DPR Ajak Masyarakat Doakan Keselamatan Jemaah Haji dan Perdamaian Palestina

Nasional
5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: 'Fast Track' hingga Fasilitas buat Lansia

5 Perbaikan Layanan Haji 2024 untuk Jemaah Indonesia: "Fast Track" hingga Fasilitas buat Lansia

Nasional
Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Timwas Haji DPR Ingatkan Panitia di Arab Saudi untuk Selalu Awasi Pergerakan Jemaah

Nasional
Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Safenet Nilai Pemblokiran X/Twitter Bukan Solusi Hentikan Konten Pornografi

Nasional
Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Pastikan Keamanan Pasokan Energi, Komut dan Dirut Pertamina Turun Langsung Cek Kesiapan di Lapangan

Nasional
Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Bersikeras Usung Ridwan Kamil di Jawa Barat, Golkar: Di Jakarta Surveinya Justru Nomor 3

Nasional
Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Soal Tawaran Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Sandiaga: Lebih Berhak Pihak yang Berkeringat

Nasional
PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

PPP Tak Lolos Parlemen, Sandiaga: Saya Sudah Dievaluasi

Nasional
Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Respons Menko PMK, Komisi VIII DPR: Memberi Bansos Tidak Hentikan Kebiasaan Berjudi

Nasional
Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Eks Penyidik Sebut KPK Tak Mungkin Asal-asalan Sita HP Hasto PDI-P

Nasional
Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Disebut Copot Afriansyah Noor dari Sekjen PBB, Yusril: Saya Sudah Mundur, Mana Bisa?

Nasional
Video Bule Sebut IKN 'Ibu Kota Koruptor Nepotisme' Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Video Bule Sebut IKN "Ibu Kota Koruptor Nepotisme" Diduga Direkam Dekat Proyek Kantor Pemkot Bogor Baru

Nasional
Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

Ahli Pidana: Bansos untuk “Korban” Judi Online Sama Saja Kasih Narkoba Gratis ke Pengguna…

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com