"Pasal tersebut harus direvisi untuk menujukkan bahwa DPR pro pada penegakan dan kesamaan dimata hukum," kata Abdullah, kepada Kompas.com, Rabu (19/11/2014).
Pasal (5) menyebutkan, pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya, harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.
Dalam pasal (6), diatur bahwa MKD harus memproses dan memberikan putusan atas surat permohonan tersebut paling lambat 30 hari setelah surat tersebut diterima.
Pasal (7), jika MKD memutuskan tidak memberikan persetujuan atas pemanggilan anggota DPR, surat pemanggilan sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak memiliki ketuatan hukum atau batal demi hukum.
"Jika DPR serius untuk mereformasi parlemen atas persoalan korupsi parlemen, maka pasal tersebut wajib dihapus agar DPR juga tidak terkesan melindungi secara institusi atas kejahatan dan praktek yang menyimpang, khususnya korupsi di parlemen. Revisi ini momennya jika DPR ingin memperbaiki citranya," ujar Dahlan.
Ia mengatakan, jika tak direvisi, maka pasal ini akan disalahgunakan oleh anggota DPR. Bahkan, dia curiga pasal ini sejak awal memang sengaja dirancang untuk tameng anggota DPR yang melakukan tindak pidana, khususnya korupsi.
"MKD ini kan lembaga yang mengurusi etik, kenapa sekarang dicampur adukkan dengan masalah hukum? Saya yakin nanti proses administrasinya akan dipersulit kalau ada Anggota DPR yang terjerat," ujar Dahlan.
Revisi UU MD3 menjadi bagian dari kesepakatan damai antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat yang sebelumnya terus berkonflik. Kedua pihak sepakat untuk merevisi pasal yang mengatur tentang pimpinan alat kelengkapan dewan untuk menambah satu kursi di masing-masing AKD. Selain itu, akan ada pula revisi yang akan menghilangkan hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat di tingkat komisi. Namun, tak ada kesepakatan untuk merevisi pasal yang mengatur hak imunitas anggota dewan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.