Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akankah Hak Politik Anas Dicabut?

Kompas.com - 24/09/2014, 08:24 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, akan menghadapi vonis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada hari ini, Rabu (24/9/2014). 

Selain menuntut hukuman 15 tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi juga meminta hakim mencabut hak politik Anas. Akankah tuntutan pencabutan hak politik dikabulkan hakim?

Pencabutan hak politik koruptor menarik perhatian publik setelah beberapa waktu lalu, majelis kasasi Mahkamah Agung menjatuhkan putusan mencabut hak politik mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq. (Baca: Hak Politik Luthfi Hasan Ishaaq Dicabut, Hukumannya Diperberat Jadi 18 Tahun)

Luthfi menjadi koruptor kedua yang dicabut hak politiknya setelah mantan Kepala Korlantas Polri, Djoko Susilo. (Baca: Luthfi Hasan, Koruptor Kedua yang Dicabut Hak Politiknya)

Ketua majelis kasasi yang menangani perkara Luthfi, Artidjo Alkostar mengatakan, korupsi yang dilakukan Luthfi merupakan korupsi politik dan dinilai sebagai kejahatan serius. Artidjo menyebutkan, dalam pertimbangannya, hakim menilai hal yang memberatkan Luthfi adalah melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi fee. Perbuatan Luthfi itu menjadi ironi demokrasi. Sebagai wakil rakyat, dia tidak melindungi dan memperjuangkan nasib petani peternak sapi nasional. Luthfi terjerat kasus suap impor daging sapi.

”Hubungan transaksional antara terdakwa yang anggota badan legislatif dan pengusaha daging sapi Maria Elizabeth Liman merupakan korupsi politik karena dilakukan terdakwa yang dalam posisi memegang kekuasaan politik sehingga merupakan kejahatan yang serius (serious crime),” ujar Artidjo.

Terkait alasannya yang selalu menjatuhkan hukuman maksimal kepada para terdakwa korupsi, Artidjo mengatakan, korupsi adalah kejahatan kemanusiaan. Maka, ia menganggap, kejahatan koruptor adalah perampasan hak asasi manusia, dalam hal ini hak-hak rakyat untuk hidup sejahtera.

”Korupsi itu kejahatan kemanusiaan yang dampaknya multi effect. Berdampak negatif kepada tubuh negara. Negara menjadi tidak sehat lagi. Koruptor itu juga merampas hak asasi manusia, khususnya hak-hak rakyat untuk sejahtera,” saat diwawancara Kompas.

Menurut dia, pencabutan hak politik merupakan konsekuensi etis dan yuridis dari posisi Luthfi yang memiliki kekuasaan politis.  

Putusan kasasi dengan pencabutan hak politik ini diapresiasi. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menilai, putusan Mahkamah Agung yang mencabut hak politik Luthfi harus menjadi rujukan bagi hakim pada pengadilan di bawahnya. Sejauh ini, hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi belum pernah mencabut hak politik seorang terdakwa meskipun jaksa KPK telah menuntut pencabutan hak politik. (Baca: Wajar, Hak Politik Luthfi Hasan Ishaaq Dicabut)

Terkait vonis Anas hari ini, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja berharap, selain menjatuhkan vonis hukuman penjara sesuai tuntutan jaksa, ia berharap hakim juga mengabulkan tuntutan pencabutan hak politik Anas. Menurut dia, jika hakim tidak mencabut hak politik Anas, hal tersebut merupakan sebuah kemunduran.

"Itu sebabnya putusan MA itu harus jadi preferensi hakim di bawahnya dan pantas dijadikan benchmark dan rujukan bagi pengadilan," kata Bambang melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Selasa (16/9/2014).

"Justru kalau tidak seperti itu berarti ada kemunduran. Disitulah peranan putusan MA di dalam menginspirasi hakim-hakim yang lebih rendah," kata Adnan, di Jakarta, Selasa (23/9/2014) malam.

Tuntutan pencabutan hak politik ini dinilai Anas bermuatan politis. Menurut Anas, muatan politis dalam tuntutan Jaksa KPK mulai nampak dari awal surat dakwaan.

Pada bagian awal, surat dakwaan yang disusun tim jaksa KPK tersebut menyebutkan bahwa Anas mempersiapkan diri untuk menjadi calon presiden RI sejak 2005. Anas menilai kutipan dakwaan yang menyebut dia berniat jadi presaiden tersebut hanya berdasarkan cerita dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. (Baca: Ini Kata KPK soal Tuntutan Pencabutan Hak Politik Anas)

Selain itu, menurut Anas, dakwaan dan tuntutan jaksa KPK semakin beraroma politik ketika surat tuntutan ditutup dengan nasihat politik. Saat membacakan tuntutan, jaksa KPK berharap Anas yang pernah memakai identitas Wisanggeni bisa bertindak dengan hati yang dipenuhi keluhuran budi, rela berkorban demi keutuhan negeri. 

Akan tetapi, Bambang membantah penilaian Anas. Ia mengatakan, posisi Anas di mata KPK sama dengan terdakwa korupsi lainnya. Selaku penegak hukum, kata dia, KPK bekerja berdasarkan fakta serta alat bukti yang diperoleh selama ini.

"JPU (jaksa penuntut umum) KPK bukan orang politik sehingga tidak mau bermain-main dan ditarik dengan pernyataan dan sinyalemen politis yang berulangkali dikemukakan Anas yang memang politikus," kata Bambang melalui pesan singkat, Selasa (23/9/2014).

Apa putusan yang akan diterima Anas? Vonis akan dibacakan majelis hakim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, pukul 13.00 WIB siang nanti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com