Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Putusan MA yang Cabut Hak Politik Luthfi Hasan Harus Jadi Rujukan

Kompas.com - 16/09/2014, 07:51 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menilai, putusan Mahkamah Agung yang mencabut hak politik mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq harus menjadi rujukan bagi hakim pada pengadilan di bawahnya. Sejauh ini, hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi belum pernah mencabut hak politik seorang terdakwa meskipun jaksa KPK telah menuntut pencabutan hak politik. (Baca: Hak Politik Luthfi Hasan Ishaaq Dicabut, Hukumannya Diperberat Jadi 18 Tahun)

"Itu sebabnya putusan MA itu harus jadi preferensi hakim di bawahnya dan pantas dijadikan benchmark dan rujukan bagi pengadilan," kata Bambang melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Selasa (16/9/2014).

Bambang mengatakan, sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan jika terjadi privatisasi dan personalisasi kekuasaan oleh pejabat publik secara melawan hukum dan transaksional yang semakin masif. KPK mengapresiasi putusan MA tersebut. (Baca: MA Nilai Perbuatan Luthfi Hasan merupakan Korupsi Politik)

Mengenai Luthfi, KPK akan melakukan eksekusi setelah menerima salinan putusan MA. Putusan kasasi itu dijatuhkan pada Senin (15/9/2014). Dalam putusannya, MA memperberat hukuman Luthfi dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara dan mencabut hak politiknya. (Baca: KPK Apresiasi Putusan Kasasi MA yang Perberat Hukuman Luthfi Hasan)

Ketua majelis kasasi perkara Luthfi, Artidjo Alkostar, mengatakan, hubungan transaksional yang dilakukan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera itu dengan pengusaha sapi merupakan korupsi politik.

”Hubungan transaksional antara terdakwa yang anggota badan legislatif dan pengusaha daging sapi Maria Elizabeth Liman merupakan korupsi politik karena dilakukan terdakwa yang dalam posisi memegang kekuasaan politik sehingga merupakan kejahatan yang serius (serious crime),” ujar Artidjo, yang menjabat Ketua Kamar Pidana MA, seperti dikutip harian Kompas, 16 September 2014.

Selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan atau fee dari pengusaha daging sapi. Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagian di antaranya, yaitu senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah. (Baca: Luthfi Hasan Juga Didenda Rp 1 Miliar)

Artidjo mengatakan, perbuatan Luthfi sebagai anggota DPR dengan melakukan hubungan transaksional telah mencederai kepercayaan rakyat.

”Perbuatan terdakwa selaku anggota DPR yang melakukan hubungan transaksional telah mencederai kepercayaan rakyat banyak, khususnya masyarakat pemilih yang telah memilih terdakwa menjadi anggota DPR RI,” ujar Artidjo.

Sebelumnya, Luthfi divonis 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Ia dinyatakan terbukti korupsi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Pengadilan tipikor juga menjatuhkan hukuman tambahan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hanya memperbaiki lamanya subsider denda, yaitu dari satu tahun kurungan menjadi enam bulan kurungan. (Baca: Darin Tawakal Luthfi Hasan Tetap Dihukum 16 Tahun)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com