Sri mengatakan, sila itu lebih tepat digunakan dalam proses perumusan kebijakan bukan di dalam tata cara pemilihan kepala daerah.
“Tidak pas. Sila keempat itu untuk memaknai ketika terjadi permusyawaratan perumusan kebijakan, bukan tata cara pemilihan,” kata Yanti di dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Jumat (12/9/2014).
Ia mengatakan, prinsip one man one vote merupakan sebuah bentuk penghargaan negara kepada warga negara. Pasalnya, negara memberikan kebebasan bagi warga untuk menentukan pilihannya, bukan sebaliknya, mewakilkan pemilihan kepada parlemen.
“Penghargaan itu hanya ada ketika dilaksanakan pemilu langsung. Ketika dikembalikan ke DPRD maka tidak ada penghargaan one man one vote,” katanya.
Sementara itu, untuk meminimalisir besarnya biaya pemilihan, ia mengatakan, Mahkamah Konstitusi sebenarnya telah putusan yang dapat menjadi solusi bagi persoalan itu. Putusan itu adalah pelaksanaan pemilu langsung secara serentak.
“Penghematannya bisa mencapai sepertiga dari anggaran seluruh pemilu,” katanya.
Ia menjelaskan, pelaksanaan pemilu secara terpisah membuat negara harus mengeluarkan uang tiga kali lipat untuk membiayainya. Pasalnya, pemilihan presiden, pemilihan gubernur, dan pemilihan bupati/wali kota harus berjalan sendiri-sendiri.
“Kalau dilaksanakan serentak, maka biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk tiga pemilu itu cukup dikeluarkan satu kali saja. Jadi lebih hemat,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.