Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Perkawinan Mendiskriminasi Pasangan Beda Agama

Kompas.com - 06/09/2014, 09:35 WIB
Febrian

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti dari Human Right Watch (HRW), Andreas Harsono, mengatakan, Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan  mengakibatkan diskriminasi terhadap pasangan beda agama. Ia melihat pasal tersebut telah membuat warga yang ingin menikah beda agama harus mengorbankan agama dan kepercayaannya demi mendapat status hukum yang sah.

"Di Indonesia, UU Perkawinan mengandung pasal di mana orang dibikin sulit bila hendak menikah dengan (pasangan) yang beda agama. Mereka yang ingin nikah beda agama harus mengalah dengan mengikuti agama pasangannya. Diskriminasi bukan?" kata Andreas kepada Kompas.com melalui pesan elektronik, Jumat (5/9/2014) malam.

Andreas menyebutkan, salah satu prinsip dasar dalam perkawinan adalah kerelaan dari kedua orang yang terlibat dalam pernikahan. Hal ini, kata dia, sudah ditegaskan dalam International Covenant on Civil and Political Rights.

Namun, di Indonesia, Andreas melihat UU Perkawinan justru mengandung pasal yang mempersulit orang yang ingin nikah beda agama karena harus mengorbankan agama dan kepercayaan yang dianut. "Artinya, unsur free and consent dilanggar oleh UU Perkawinan," ucap Andreas yang juga seorang wartawan senior itu.

Untuk itu, Andreas menyatakan sangat mendukung upaya lima orang mahasiswa dan alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang mengajukan judicial review terhadap Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 itu ke Mahkamah Konstitusi. Andreas juga mengapresiasi langkah hukum pemohon judicial review karena adanya keinginan untuk memperkuat hukum di Indonesia dengan saluran yang ada.

Ia sepakat, sebuah unit keluarga di masyarakat harus dilindungi negara, termasuk perlindungan terhadap hak orang untuk menikah dan membentuk keluarga.

Sejumlah mahasiswa dan alumni FH UI, yaitu Anbar Jayadi, Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, dan Lutfi Sahputra menggugat Undang-Undang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi karena ingin ada kepastian hukum bagi warga yang menikah beda agama. Mereka menafsirkan, Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi, "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaan itu" telah menyebabkan ketidakpastian hukum bagi yang akan melakukan perkawinan beda agama di Indonesia. Imbasnya, menurut Anbar Jayadi sebagai salah satu pemohon, masyarakat Indonesia yang hendak melangsungkan pernikahan beda agama justru menghindari pasal tersebut dengan cara penyelundupan hukum, yaitu dengan menggunakan modus pernikahan di luar negeri atau juga penikahan secara adat.

"Jadi, Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 974 itu justru berujung penyelundupan hukum. Harusnya, konstitusi memberikan kepastian hukum," kata Anbar seusai persidangan di MK, Kamis lalu.

Pada persidangan pendahuluan tersebut, Anbar dan kawan-kawan meminta kepada MK untuk menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28B ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28E ayat (2), Pasal 28I ayat (1), dan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 karena tidak punya kekuatan hukum yang mengikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenko PMK: 37 Daerah Akan Tetap Berstatus Tertinggal pada 2024

Kemenko PMK: 37 Daerah Akan Tetap Berstatus Tertinggal pada 2024

Nasional
Menpan-RB Resmikan Mal Pelayanan Publik Baru, Kini Ada 206 Se-Indonesia

Menpan-RB Resmikan Mal Pelayanan Publik Baru, Kini Ada 206 Se-Indonesia

Nasional
Wapres Minta RUU Penyiaran Sejalan dengan Cita-cita Demokrasi

Wapres Minta RUU Penyiaran Sejalan dengan Cita-cita Demokrasi

Nasional
HAI Sawit Indonesia dan BPDPKS Gelar FGD “Peluang Ekspor Produk UKMK Sawit Indonesia untuk Dunia”

HAI Sawit Indonesia dan BPDPKS Gelar FGD “Peluang Ekspor Produk UKMK Sawit Indonesia untuk Dunia”

Nasional
Komisi I Bakal Panggil Menkominfo jika PDN Masih Bermasalah

Komisi I Bakal Panggil Menkominfo jika PDN Masih Bermasalah

Nasional
Kumpulkan Pamen, KSAL Wanti-wanti Bahaya Utang Berlebih dan Kebiasaan Judi 'Online'

Kumpulkan Pamen, KSAL Wanti-wanti Bahaya Utang Berlebih dan Kebiasaan Judi "Online"

Nasional
KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

KPK Akan Dalami Dugaan Aliran Dana SYL Ke Firli Bahuri

Nasional
Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Saat Bamsoet Bicara soal Amendemen Berujung Diputus Langgar Kode Etik...

Nasional
Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Divonis 9 Tahun Penjara

Nasional
Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Sri Mulyani Bakal Cek Aturan Bea Masuk Kain Usai RI Kebanjiran Tekstil Impor

Nasional
Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Golkar Optimistis Bisa Koalisi dengan Gerindra di Pilkada Jakarta, Calonnya Masih Dibahas

Nasional
Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Mendagri Buka Suara Pj Gubernur NTB Diganti Pensiunan Jenderal TNI

Nasional
PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

PKB Buka Kans Koalisi dengan PDI-P, Sandingkan Marzuki-Risma di Pilkada Jatim

Nasional
Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Benny Harman: Belum Ada Rekomendasi Untuk Kembalikan UUD 1945 ke Naskah Asli

Nasional
Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Sudah 6 Pj Kepala Daerah Mundur karena Hendak Maju Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com