Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Ahli Sidang Anas Nilai Pembelian Lahan dengan Dollar Tidak Lazim

Kompas.com - 28/08/2014, 19:51 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Saksi ahli dalam persidangan kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, Yunus Husein menilai pembelian lahan dengan uang 1 juta dollar AS tidak lazim terjadi. Di Indonesia, menurut Yunus, jual beli lahan lazimnya menggunakan mata uang rupiah.

"Apalagi di Indonesia ada yang wajibkan rupiah, jual beli tanah lazimnya rupiah," kata Yunus di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/8/2014).

Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ini duduk sebagai saksi ahli dalam kasus dugaan korupsi Hamabalang dengan terdakwa mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Menurut surat dakwaan, Anas menggunakan uang yang dia kumpulkan bersama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin melalui Grup Permai untuk membeli sejumlah aset.

Salah satu aset yang dibeli Anas menurut surat dakwaan adalah dua bidang lahan di Yogyakarta. Pembayaran lahan tersebut, menurut dakwaan, dilakukan melalui mertua Anas, Attabik Ali dengan mata uang rupiah sekitar Rp 1,57 miliar dan mata uang dollar AS sekitar 1,1 juta dollar, 20 batang emas seberat 100 gram, serta dengan dua bidang lahan.

Menurut Yunus, pembelian lahan dengan uang tunai dalam jumlah besar tersebut seharusnya dilaporkan kepada pihak berwenang karena nilai transaksinya di atas Rp 500 juta. Pembelian aset miliaran rupiah ini, kata Yunus, bisa tergolong transaksi mencurigakan jika tidak sesuai dengan profil pembeli. Yunus mengatakan, transaksi mencurigakan tersebut nantinya bisa menjadi petunjuk bagi penuntut umum untuk mencari alat bukti mengenai indikasi tindak pidana pencucian uang.

"Bahkan hasil analisis PPATK bukan alat bukti, hanya menjadi petunjuk saja," ucap Yunus.

Selain menerima gratifikasi, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dalam kapasitasnya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2009-2014. Nilai pencucian uang yang dilakukan Anas, menurut KPK, sekitar Rp 23,8 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com