JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, menilai, serangan kepada calon presiden Joko Widodo dengan menggunakan isu agama dan komunisme justru mengingatkan pada pola-pola Orde Baru.
Saat itu, kata Ari, isu komunisme dimunculkan ketika sang penyerang tak bisa lagi mengkritisi lawannya dari sisi ide, gagasan, ataupun program.
“Itulah sebabnya maka dicari isu-isu yang diharapkan bisa menjadi pembeda dengan menyerang secara negatif dari sisi agama, etnis, dan saat ini dengan menggunakan isu komunisme,” kata Ari melalui pesan elektronik, Jumat (4/7/2014).
Waktu itu, kata dia, ada Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang menuding pihak-pihak sebagai oknum PKI. Mereka bisa bertindak melampaui hukum dan menebar ketakutan di tengah masyarakat.
“Kopkamtib di era Orde Baru itu meniadakan oposisi dengan menciptakan ketakutan dalam masyarakat tentang bahaya ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Cara-cara Orde Baru kembali digunakan tentu saja dengan menciptakan ketakutan yang sama dan sekaligus dengan kepentingan politik sesaat,” paparnya.
Ari menilai, ada dua tujuan dari pemunculan wacana komunisme ini. Pertama, adalah agar memunculkan penolakan dari kalangan santri dan mereka yang anti-komunisme. Kedua, adalah menarik dukungan TNI untuk berpihak kepada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
“Karena bagaimanapun isu komunis sangat sensitif bagi TNI. Tapi TNI seharusnya tidak boleh ditarik-tarik masuk dalam frame persaingan politik antar-kandidat. TNI sebagai alat negara harus tidak terpancing dengan strategi adu domba yang membenturkan TNI dengan Jokowi dan PDI-P,” ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.