Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kubu Prabowo dan Jokowi Sepakat Ingin Pilpres Hanya Satu Putaran

Kompas.com - 15/06/2014, 16:27 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Mahkamah Konstitusi akan melakukan uji tafsir atas pasal 159 ayat 1 Undang-undang nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden agar berpeluang menciptakan kompetisi. Yakni dengan membuka kemungkinan pilpres menjadi dua putaran, meski hanya diikuti dua pasangan calon.

Namun, tim pasangan calon Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Jokowi-Jusuf Kalla sama-sama berharap agar MK bisa memutuskan tafsir bahwa pilpres kali ini hanya butuh satu putaran.

Wakil Ketua Bidang Strategi tim pemenangan Prabowo-Hatta, M Rohmahurmuzy menilai perdebatan soal pasal itu seolah meributkan suatu hal yang tidak mungkin. Pada pasal 159 ayat 1 itu disebutkan bahwa pasangan calon terpilih adalah mereka yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari total suara, dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia.

“Jika dilihat dari survei, saya yakin di sana juga sama, tidak ada di antara pasangan yang ada sekarang ini akan dapat kurang dari 20 persen setiap provinsi. Jadi jangan-jangan kita hanya mendebatkan suatu hal yang tidak akan ada,” ujar pria yang akrab disapa Romy itu, di Jakarta, Minggu (15/6/2014).

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan itu menuturkan baik Prabowo maupun Jokowi dipastikan akan mendapat suara lebih dari 20 persen di setiap provinsinya. Jika ditarik dalam skala nasional, lanjut Romy, perbedaan antara calon kandidat diprediksi hanya berkisar 1-5 persen.

“Saya prediksi perbedaan tidak akan lebih dari 10 persen, jadi sekali lagi buat apa kita bersilat lidah atas apa suatu hal yang tidak mgkn. Karena itu, saya tentu berharap agar MK memutuskan itu agar tetap satu putaran,” kata Romy.

Sementara itu, anggota pemenangan Jokowi-Jusuf Kalla, Firman Jaya Daeli berpandangan sama dengan Romy. Firman menyatakan setiap calon pasti akan mendapatkan mayoritas di setiap provinsinya. Dia menduga uji tafsir ke MK itu dilakukan karena terbelenggu pada pemikiran pemilihan presiden dengan kondisi banyak pasangan calon.

“Selama pasangan calon dapat 50 persen plus satu. Kan tidak ada bedanya. Di mana? Jangan-jangan kita ini terbelenggu perspektif pemikiran seolah-olah calonnya lebih dari dua pasang?” ungkap Firman.

Menurut Firman, tidak ada dasarnya jika calon hanya terdiri dari dua pasang maka harus dilakukan pemilihan dua putaran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com