"Saya curiga aktivitas ini bukan sporadis, tapi komprehensif, terstruktur, masif pula," ujar Karding saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (8/6/2014) siang.
"Saya curiga aksi ini dilakukan oleh pihak-pihak yang memang mampu mengorganisasi, dan memiliki jalur dengan oknum di institusi TNI. Oknum ya, bukan institusi," lanjutnya.
Karding mengatakan, pernyataannya ini bukan tanpa dasar. Sebab, aksi tidak netral oknum babinsa tersebut tidak hanya terjadi di Jakarta saja, tetapi juga terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Misalnya di Yogyakarta, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah.
Selain itu, lanjut Karding, ciri khas struktur di TNI adalah sistem komando. Oleh sebab itu, tak mungkin aksi babinsa tersebut dilakukan secara spontan oleh satuan paling bawah TNI.
Karding mencurigai bahwa ada perintah khusus. "Sudah jelas bahwa TNI tidak lulus di dalam memberikan sanksi kepada anggotanya yang secara jelas dan sadar melakukan kegiatan politik," lanjut Karding.
Seperti diberitakan, menjelang pemilu presiden, warga di kawasan Jakarta Pusat diresahkan oleh pendataan siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dipilih oleh babinsa. Dalam pendataan itu, warga diarahkan memilih pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Terkini, TNI menetapkan dua orang babinsa bersalah, yakni Koptu Rusfandi dan Kapten Infanteri Saliman. Rusfandi dikenakan sanksi berupa penundaan pangkat selama tiga periode. Sementara itu, Saliman dikenakan sanksi berupa penundaan pangkat selama satu periode.
Namun, status bersalah itu bukan lantaran kedua babinsa itu mengarahkan masyarakat kepada capres tertentu melainkan karena mereka melakukan pendataan masyarakat, lepas dari arah komando.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.