Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/05/2014, 07:05 WIB
Wisnubrata

Penulis


KOMPAS.com
 — Dalam segarnya pagi, hari Kamis, tanggal 21 Mei 2009, beberapa wartawan mengunjungi rumah Boediono, yang pada waktu itu merupakan calon wakil presiden berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono. Hampir semuanya mengagumi betapa sederhananya hidup Menteri Perekonomian yang juga mantan Gubernur Bank Indonesia itu.

Rumahnya yang berada di Mampang Prapatan, Jakarta, sungguh biasa untuk ukuran seorang menteri. Terasnya dihiasi tanaman-tanaman bunga merambat. Kursi yang ada mengingatkan pada mebel kuno yang lazim ditemui di rumah-rumah keluarga Jawa. Ubin rumahnya ditutup lampit rotan yang banyak dijual di pasar. Bahkan, temboknya tidak berwarna cemerlang, tetapi cukup putih bersahaja.

Tak kalah sederhana adalah penampilan Pak Boed, demikian kami memanggilnya. Mengenakan sandal kulit, kaus berkerah lengan pendek, dan celana kain yang sedikit robek di bagian saku belakang, calon wapres menyambut kami. Pembicaraan pun mengalir seputar pencalonannya mendampingi SBY.

Pada akhir wawancara, tibalah sesi untuk berfoto. Beberapa wartawan, yang selama berbincang-bincang mengamati ruang tamu Boediono, tertarik mengabadikan Pak Boed bersama satu-satunya hiasan dinding yang tertempel di ruang tamu, yakni wayang kulit Kresna, tokoh yang dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu.

Namun, ketika diminta berfoto dengan Kresna, Boediono mengatakan, "Kalau mau foto, saya pegang wayang yang lain saja," lalu bergegas masuk dan kembali dengan tokoh berbeda di
tangannya, yaitu wayang Puntadewa. Rupanya, ia lebih memilih membawa tokoh yang diceritakan sangat jujur ini dibanding Kresna yang sering dianggap penuh akal muslihat.

Siapakah Puntadewa? Ia adalah sulung para Pandawa, putra pasangan Pandu dan Kunti. Kitab Mahabharata versi asli mengisahkan Puntadewa sebenarnya anak Dewa Dharma. Pandu sendiri tidak bisa menjadi ayah karena terkena kutukan tidak bisa berhubungan dengan istrinya setelah tanpa sengaja membunuh brahmana bernama Resi Kindama. Brahmana itu terkena panah Pandu ketika ia dan istrinya sedang bercinta dalam wujud sepasang rusa.

Untunglah Kunti menguasai mantra Adityahredaya yang merupakan ilmu pemanggil dewa untuk mendapatkan putra. Dengan menggunakan mantra itu, Kunti mendatangkan Dewa Dharma dan mendapatkan anugerah putra darinya. Putra itu diberi nama Yudistira, artinya "dia yang bisa memerangi nafsu". Sebagai putra Dharma, yaitu dewa keadilan dan kebijaksanaan, ia mewarisi sifat tersebut sepanjang hidupnya.
 
Dalam pewayangan gagrak Jawa, nama Puntadewa yang berarti "dia yang keluhurannya seperti dewa" lebih banyak dipakai. Selain nama lain seperti Dharmaraja, yang bermakna "raja Dharma", karena ia selalu berusaha menegakkan darma sepanjang hidupnya.

Saking jujur dan sucinya, Puntadewa digambarkan sebagai sosok berdarah putih, tanpa cela. Dalam perseteruan, ia tidak pernah mengarahkan senjata kepada lawan, tetapi membidik tanah. Uniknya, bila lawannya memang bersalah, senjata itu akan mencari jalannya sendiri menuju sang lawan. Keretanya pun diceritakan mengambang alias tidak menyentuh tanah, perlambang kebersihan hatinya.

Tribunnews/Bian Harnansa Boediono saat wawancara di rumahnya di Mampang, Jakarta, Kamis (21/5/2009). Sebuah wayang kulit Kresna tergantung di dinding ruangan.

Berbeda dengan Puntadewa, Kresna dikenal sebagai raja yang cerdik, penuh akal, kalau tidak bisa dibilang licik. Meski begitu, segala perbuatannya dilakukan dengan penuh kesadaran sebagai tuntutan lakon atau perannya di dunia ini, di mana setiap manusia memiliki tugas yang harus digenapi.

Dalam budaya pewayangan Jawa, tokoh Kresna dikenal sebagai raja Dwarawati (Dwaraka), yang merupakan awatara atau titisan Wisnu yang ke-8 dari sepuluh awatara Wisnu. Kresna adalah putra kedua Basudewa, Raja Mandura. Kakaknya, Baladewa, adalah prajurit tangguh tanpa tanding dan adiknya adalah Sembadra (Subadra), yang kelak menjadi istri Arjuna, adik Puntadewa.

Kresna merupakan salah satu penasihat utama pihak Pandawa. Berbagai peperangan atau pertandingan dimenangkan Pandawa atas cara-cara dan nasihat dari Kresna. Bahkan, dalam perang Baratayuda antara pihak Pandawa dan Kurawa, Kresna dikisahkan membujuk kakaknya Baladewa agar bertapa. Ini dilakukan agar Baladewa yang sangat sakti tidak ikut berperang. Sebab, secara hubungan kerja sama dan persekutuan, Baladewa bakal berperang untuk negara Astina yang dikuasai Kurawa.

Berbagai cerita kembangan Mahabarata dan Baratayuda yang sering dibawakan dalang Jawa menunjukkan betapa Kresna mahir memainkan strategi untuk kemenangan pihaknya.

Salah satu yang patut dicatat adalah peristiwa tewasnya Durna, guru para Pandawa dan Kurawa yang berperang di pihak Astina. Durna, yang menjadi panglima Kurawa, diketahui sangat mencintai anaknya Aswatama. Dia akan terus berperang selama anaknya baik-baik saja.

Nah, mengetahui kelemahan Durna, Kresna memerintahkan Bima untuk membunuh seekor gajah perang yang juga bernama Aswatama, serupa dengan nama putra Durna. Pasukan Pandawa mengabarkan bahwa Aswatama mati. Namun, Durna tidak langsung percaya mendengar berita itu. Dia lalu bertanya kepada Puntadewa yang dikenal sebagai orang yang tidak pernah berdusta.

Saat ditanya oleh Durna, dalam keraguannya Puntadewa menjawab, "Ya, Aswatama mati." Jawaban Puntadewa itu adalah kebenaran karena gajah bernama Aswatama memang mati. Namun, sekaligus kebohongan karena pertanyaan Durna merujuk pada putranya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

Nasional
Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

Nasional
Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

Nasional
Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

Nasional
Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

Nasional
Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

Nasional
Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

Nasional
Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

Nasional
Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

Nasional
Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

Nasional
Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Megawati hingga Puan Bakal Pidato Politik di Hari Pertama Rakernas PDI-P

Nasional
Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Kunjungi Lokasi Bencana Banjir Bandang di Agam, Zulhas Temui Pengungsi dan Berikan Sejumlah Bantuan

Nasional
Diterima Hasto, Pawai Obor Api Abadi dari Mrapen sampai di Jakarta Jelang Rakernas PDI-P

Diterima Hasto, Pawai Obor Api Abadi dari Mrapen sampai di Jakarta Jelang Rakernas PDI-P

Nasional
Sahroni Pastikan Hadiri Sidang SYL untuk Diperiksa Sebagai Saksi

Sahroni Pastikan Hadiri Sidang SYL untuk Diperiksa Sebagai Saksi

Nasional
LPSK Sebut Masih Telaah Permohonan Perlindungan Saksi Fakta Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

LPSK Sebut Masih Telaah Permohonan Perlindungan Saksi Fakta Kasus Pembunuhan Vina Cirebon

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com