Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampanye Pilpres Diperketat, Pemberian Suvenir Maksimal Rp 50.000

Kompas.com - 16/04/2014, 15:15 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan tahapan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dalam Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2014. KPU juga telah menyiapkan rancangan PKPU Kampanye Calon Presiden yang memperketat politik uang, baik dalam bentuk suvenir maupun berkedok sumbangan sosial.

Komisioner KPU Ida Budhiati, di Jakarta, Selasa (15/4/2014), mengatakan, pada pemilu presiden kali ini, ada spirit ingin mewujudkan asas keadilan bagi semua pasangan calon presiden dan wakil presiden. "Memberi kesempatan yang sama dan adil bagi semua," kata Ida.

Untuk itu, KPU akan mengatur penyebaran bahan kampanye kepada pemilih, seperti yang berupa stiker, kaus, topi, kalender, gantungan kunci, makanan, atau minuman berlogo pasangan calon. Apabila dikonversi ke rupiah, nilainya tidak boleh lebih dari Rp 50.000.

Ketentuan ini diharapkan bisa memperjelas definisi politik uang dalam bentuk suvenir yang pada pemilu legislatif tidak jelas batasannya. Norma seperti itu juga diharapkan bisa mencegah maraknya politik uang. KPU juga akan membatasi alat peraga kampanye dalam bentuk baliho.


Buka partisipasi publik

Dalam tahapan pencalonan, KPU juga akan membuka peluang partisipasi masyarakat untuk memberikan tanggapan terhadap bakal pasangan capres-cawapres.

"Ketika dokumen yang diserahkan kepada kami itu sudah kami buka, sejak itu masyarakat dapat memberikan tanggapannya kepada KPU," kata Ida.

Aturan ketat lainnya adalah KPU juga akan melarang pasangan calon atau tim kampanyenya untuk memberikan bantuan sosial kepada kelompok masyarakat, seperti pembuatan atau perbaikan jalan, tempat ibadah, atau perbaikan/pembuatan fasilitas umum. Bahkan, layanan mobil ambulans gratis nantinya juga tidak diperbolehkan.

"Jika memberikan bantuan sosial, pasangan calon dapat diberi sanksi administrasi dan/atau pidana, berpedoman pada UU Pilpres," ujar Ida.

Aturan tersebut akan efektif setelah penetapan pasangan calon. Berdasarkan jadwal, penetapan pasangan capres dan cawapres adalah tanggal 31 Mei 2014. Masa kampanye dilaksanakan tiga hari setelah pasangan calon capres-cawapres ditetapkan.


Pendaftaran capres

Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengingatkan kepada partai politik atau gabungan parpol untuk mempersiapkan diri menghadapi tahapan pilpres, terutama tahapan pendaftaran pasangan calon yang hanya dibuka tiga hari, yaitu dari 18 Mei hingga 20 Mei 2014.

Secara garis besar, menurut Ferry, KPU membagi tahapan penyelenggaraan pemilu presiden menjadi tiga, yakni tahapan persiapan, pelaksanaan, dan tahap penyelesaian.

Paling penting adalah tahap pelaksanaan yang terdiri atas 11 program. Tahapan pelaksanaan akan diawali penyusunan daftar pemilih. KPU akan menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) pemilu legislatif menjadi daftar pemilih sementara (DPS) pilpres.

"KPU juga akan memutakhirkan data WNI yang berusia 17 tahun dari tanggal 10 April sampai dengan 9 Juli 2014," kata Ferry. Dalam jadwal KPU, sinkronisasi DPT pileg dengan DPT tambahan, daftar pemilih khusus (DPK), DPK tambahan, dan pemilih baru setelah pemilu legislatif dilakukan 11-20 April 2014. Pemutakhiran pemilih baru pada 21 April-10 Mei 2014.

Pilpres putaran pertama digelar 9 Juli 2014. "Putaran kedua digelar jika pada putaran pertama tidak ada pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari separuh jumlah provinsi," kata Ferry.

Pelantikan presiden dan wakil presiden 2014-2019 akan dilaksanakan pada 20 Oktober 2014. (AMR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com