KOMPAS.com — Sejumlah kalangan menyebut bahwa Jawa Barat dalam peta pemilihan umum legislatif merupakan sampel terbaik atau semacam tolok ukur bagi partai politik dalam memenangi pemilu. Kemenangan di Jabar berarti juga kemenangan di tingkat nasional.
Dari catatan sejarah, pada tahun 1999, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang memenangi pemilu di Jabar juga menang di tingkat nasional. Tahun 2004, Partai Golkar yang menang di Jabar juga menang di tingkat nasional. Demikian pula, tahun 2009, Partai Demokrat yang memenangi pemilu di Jabar sekaligus juga di tingkat nasional.
Jabar, yang memiliki 11 daerah pemilihan dengan jumlah kursi DPR sebanyak 91 kursi dan pemilih terbanyak di Indonesia, yaitu sekitar 32,8 juta, menjadi area pertarungan yang menentukan. Itu sebabnya calon anggota legislatif yang ditempatkan untuk dapil Jabar benar-benar merupakan kader pilihan parpol.
Salah satu dapil Jabar yang dipandang bergengsi, bahkan disebut sebagai dapil “neraka”, adalah dapil I. Dapil ini meliputi Kota Bandung dan Cimahi.
”Dapil ini dianggap dapil bergengsi sebab pemilih di kota ini, selain jumlahnya besar, umumnya kalangan terdidik sehingga tidak mudah merebut kemenangan di dapil ini. Parpol pun akan menempatkan tokoh-tokoh yang kuat. Tokoh nasional juga banyak bertarung di dapil ini,” kata Asep Warlan Yusuf, pengamat politik dari Universitas Parahyangan, Selasa (1/4/2014), di Bandung.
Sebagai contoh, salah seorang tokoh yang maju di dapil Jabar I adalah mantan Wali Kota Cimahi Itoc Tochija. Caleg Partai Persatuan Pembangunan bernomor urut satu ini dipandang mempunyai basis massa relatif kuat karena pernah menjabat selama dua periode.
Asep memperkirakan, posisi dua besar, baik di Jabar maupun nasional, diisi Partai Golkar dan PDI-P.
Kemenangan dalam pemilu, ujar Asep, antara lain dipengaruhi faktor figur, program yang kuat dan menyentuh masyarakat, jangkauan kampanye yang luas (dengan media massa), serta dukungan dana yang besar.
Hal ini dimiliki Golkar dan PDI-P. Dua partai ini juga mempunyai mesin partai yang kuat dan sungguh-sungguh bekerja. Partai-partai tersebut juga mempunyai kader yang militan dan para calegnya benar-benar bekerja keras untuk kemenangan partai.
Sementara di posisi ketiga diperkirakan ditempati partai menengah, seperti Gerindra, Hanura, Nasdem, dan PKS. PKS bahkan diperkirakan dapat menjadi kuda hitam. Adapun Partai Demokrat diperkirakan posisinya akan terpuruk.
”Mungkin saja Partai Demokrat di posisi ketiga, tetapi dari bawah. Pada tahun 2009, Partai Demokrat menang karena didukung banyak tokoh-tokoh muda, juga kuatnya figur Susilo Bambang Yudhoyono. Sementara posisi saat ini lebih condong ditopang figur SBY saja. Partai ini juga banyak mendapat sorotan publik, seperti kasus dugaan korupsi Hambalang dan pada masa kampanye pun SBY disorot media karena berkampanye dengan fasilitas negara,” tutur Asep.
Figur dan perubahan
Ketua Pusat Kajian dan Kepakaran Statistika Universitas Padjadjaran, Bandung, Toni Toharudin juga menyatakan, PDI-P dan Golkar akan menduduki posisi dua besar. Perkiraan itu berdasarkan hasil survei terakhir pada Desember 2013.
Faktor utama yang memengaruhi adalah figur dari setiap parpol sehingga dalam kampanye pemilu legislatif, calon presiden yang sudah diusung sangat memengaruhi perilaku pemilih.
Faktor lain yang memengaruhi adalah keyakinan adanya perubahan ke depan yang akan dirasakan masyarakat. Di sisi lain, persentase jumlah pemilih golongan muda sangat besar dan golongan ini mendukung perubahan. ”Dari hasil survei ini, posisi Golkar paling atas, tetapi tidak berbeda jauh dengan PDI-P. Partai Golkar meraih 15,6 persen dan PDI-P sebesar 14,7 persen,” ujar Toni. (SEM)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.