Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Serangan Anas Bisa Jadi "Dongkrak" Dukungan Publik terhadap Demokrat

Kompas.com - 29/03/2014, 14:09 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Serangan yang dilontarkan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum terhadap bekas partainya dinilai tak akan efektif. Alih-alih ingin mengganggu perolehan suara Demokrat pada Pemilu 2014, serangan Anas itu diperkirakan malah akan meningkatkan dukungan publik terhadap Demokrat.

Pengamat politik, Tjipta Lesmana, mengatakan, posisi Demokrat saat ini mirip dengan posisi partai itu saat akan menghadapi Pemilihan Umum 2004. Saat itu, Demokrat tampil sebagai partai yang memiliki citra terzalimi sehingga publik simpatik dan memberikan suaranya.

"Kalau serangan makin hebat, nanti terkesan terzalimi dan rakyat malah dukung (Demokrat)," kata Tjipta, Sabtu (29/3/2014), di Jakarta.

Menurutnya, Anas sebaiknya menahan diri dan fokus menghadapi proses hukumnya. Kalaupun ingin memberikan respons tegas terhadap Demokrat, isu dan waktunya harus dilakukan dengan sangat tepat. "Ini tradisi bangsa kita, justru SBY dan Ibas akan semakin berkibar. Nanti malah merugikan Anas," ujarnya.

Saat ini Anas ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dalam proyek pembangunan pusat olahraga di Hambalang dan tindak pidana pencucian uang. Ia merasa dikorbankan dalam kasus dugaan gratifikasi yang membelitnya.

Pengacara Anas, Firman Wijaya, mengatakan, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas menerima uang 200.000 dollar AS. Informasi soal Ibas tersebut sudah disampaikan Anas kepada tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi saat menjalani pemeriksaan sebagai tersangka atas kasus dugaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dan dugaan pencucian uang di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (28/3/2014). Namun, Firman tidak menjelaskan terkait apa uang itu diterima Ibas. Dia hanya mengatakan, Ibas menerima uang di Jalan Ciasem.

Kepada wartawan, Firman berjanji akan mengungkap lebih jauh soal aliran dana ke Ibas tersebut pekan depan. Dia juga membantah penyebutan nama Ibas ini hanya gertak sambal. Menurut Firman, penyebutan nama Ibas tersebut dicatat tim penyidik KPK dalam berita acara pemeriksaan.

"Ini rangkaian yang dijelaskan tadi. Karena menyangkut fakta-fakta, kalau menyangkut fakta yang sudah disampaikan, kami sebenarnya berharap menegakkan hukum kepada Anas. Kita berharap ini kekuasaan hukum, bukan hukum kekuasaan," ujar Firman.

Selain itu, Anas juga menyebut Presiden RI sekaligus Ketua Umum DPP Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memberikan uang muka sebesar Rp 250 juta untuk membeli Toyota Harrier bagi Anas. Oleh Anas, kata Firman, uang itu digunakan sebanyak Rp 200 juta. Firman mengklaim bahwa uang itu merupakan wujud terima kasih SBY atas usaha Anas memperjuangan kemenangan Demokrat pada Pemilu 2009.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com