Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU KUHAP-KUHP Kurang Lindungi Kaum Difabel Korban Kekerasan Seksual

Kompas.com - 04/03/2014, 22:56 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Penyandang disabilitas banyak mengalami masalah ketika berhadapan dengan proses hukum di tingkat penyidikan maupun peradilan. Hal ini terutama terjadi ketika kaum difabel menjadi korban kekerasan seksual.

Muhammad Joni Yulianto dari Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (Sigab) mengatakan bahwa usia mental penyandang kebutuhan khusus dan usianya pada saat kronologi kejadian kasus kekerasan seksual harus dibedakan di mata hukum. Menurutnya, Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang saat ini dibahas oleh DPR seharusnya mengatur tentang pemberlakuan peradilan anak bagi mereka dengan usia mental anak.

"Untuk penyandang disabilitas mental intelektual, bisa dipastikan selalu ada perbedaan antara usia mental dan usia kronologis. Saat ini belum ada ketentuan yang mengatur pemberlakuan peradilan anak bagi mereka yang mengalami disabilitas mental atau intelektual," kata Joni dalam diskusi "Penyandang Disabilitas dalam RUU KUHAP, Dilupakan atau Terlupakan?" di Kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Jakarta, Selasa (4/3/2014).

Joni mencontohkan, kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual oleh seorang guru di sebuah Sekolah Luar Biasa di Sukoharjo. Korbannya adalah seorang perempuan tunarungu dan tunawicara yang saat itu berumur 22 tahun. Namun, usia mental korban sebetulnya masih 9 tahun 2 bulan. Menurut Joni, dalam proses hukum, korban seharusnya bisa dilindungi Undang-Undang Perlindungan Anak sebab secara mental usia masih belum dewasa.

"Dalam penuntutan, jaksa penuntut umum menggunakan Pasal 285, 289, dan 294 KUHAP dan tidak menggunakan UU Perlindungan Anak. Padahal, hasil tes psikologi yang dilakukan, membuktikan usia mental Bunga 9 tahun 2 bulan, yang semestinya dapat disetarakan dengan anak dan memperoleh proses dan prosedur peradilan anak," kata Joni.

Masalah lain adalah belum adanya penerjemah khusus atau profesional bagi penyandang disabilitas ketika berhadapan dengan hukum. Joni menerangkan, penerjemah dapat mengetahui bahasa korban sekaligus memberikan rasa aman dan nyaman selama proses penyidikan maupun persidangan.

Selain itu, proses persidangan bagi korban maupun pelaku penyandang disabilitas saat ini belum diperhatikan. Penyandang disabilitas juga perlu pendampingan khusus selama proses penyidikan maupun persidangan. "Perlu diatur prosedur peradilan untuk korban disabilitas. Minimalkan pertanyaan yang berulang-ulang dan waktu yang terlalu lama," kata Joni.

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Marulitua Rajagukguk menambahkan, proses hukum bagi penyandang disabilitas selama ini juga tidak maksimal. Ia mengatakan, berdasarkan penelitian Sentra Advokasi Perempuan, Difable, dan Anak (SAPDA) Yogyakarta pada Juli-Agustus 2012, terdapat 15 kasus yang ditangani oleh kepolisian. Namun, hanya 5 kasus yang diproses hukum dan hanya dua kasus yang selesai hingga putusan pengadilan.

"Sebagian besar kasus tidak dapat berlanjut setelah dilaporkan kepada kepolisian karena dihentikan, dicabut oleh keluarga, atau sengaja dibiarkan sehingga keluarga atau korban menyerah untuk memproses hukum," kata Maruli.

Maruli menyayangkan RUU KUHAP maupun KUHP belum memperhatikan hak bagi penyandang disabilitas. Hanya ada dua pasal dalam RUU KUHAP yang mengatur tentang hak-hak penyandang disabilitas. Mereka yang tergabung dalam Koalisi untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana itu berencana mengirimkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU KUHAP-KUHP pada DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com