"Saya mendapat gambaran, ada anggapan baik, bahwa saya seharusnya bisa langsung intervensi ke perusahaan-perusahaan tersebut (BUMN). Minta maaf, saya tidak boleh melakukan itu," ujar Dahlan dalam rapat kerja Komisi IX DPR dengan Kemeneg BUMN dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (4/3/2014).
Dia berdalih, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas melarangnya melakukan intervensi terhadap karyawan BUMN. Ia menawarkan Komisi IX atau bahkan DPR membentuk tim pengawas soal kesejahteraan buruh alih daya (outsource) perusahaan negara.
Dia juga meminta DPR memanggil langsung pihak BUMN yang dinilai bermasalah memperlakukan buruhnya. Dengan demikian, katanya, DPR dapat langsung bertanya dan memberi rekomendasi kepada perusahaan yang bersangkutan.
"Supaya tidak ada lagi kesan seolah-olah buruh yang selalu benar dan perusahaan yang selalu salah," katanya.
Argumen Dahlan tersebut didebat oleh anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Indra. Ia mengatakan, Menteri BUMN memang tidak dapat mengintervensi langsung kebijakan suatu BUMN.
"Tetapi kan menteri dapat berbicara langsung dengan direktur utama BUMN. Dapat disampaikan di sana rekomendasi," katanya.
Sebelumnya, pada rapat tersebut, hampir seluruh anggota Komisi IX DPR mempertanyakan niat Dahlan untuk mengangkat buruh kontrak dan alih daya BUMN menjadi pekerja tetap. Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka membeberkan beberapa masalah yang dihadapi buruh yang bekerja di BUMN. Di antaranya, masalah PT Jamsostek dengan 1.055 orang buruh alih daya yang belum diangkat menjadi karyawan tetap.
"Itu melanggar undang-undang. Perselisihan statusnya malah disengketakan di PHI (pengadilan hubungan industrial)," ujar Rieke.
Kasus lainnya, kata dia, PT Kertas Leces yang memecat 12 orang karyawannya dan membayar buruhnya di bawah upah minimum kabupaten (UMK). "Pekerja dibayar Rp 800 ribu, padahal UMK Probolinggo Rp 1.198.600," kata dia.
Rieke menyebutkan BUMN lain yang juga bermasalah dalam ketenagakerjaan adalah PT Telkom, PT Bulog, PT Kimia Farma, PT Indofarma, PT BNI, PT BRI, PT Merpati. "Kalau di perusahaan swasta, menggaji karyawan di bawah upah minimum, dikenai pidana. Ada yurisprudensi, di Surabaya, direkturnya di hukum satu tahun penjara dan denda Rp 100 juta. (BUMN-BUMN) ini kalau dijumlahkan berapa banyak hukuman yang harus dijalankan," ujar Rieke.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.