"Salah satu elemen paling penting dalam pemilu adalah partisipasi pemilih. Semakin banyak yang melakukan pemantauan, semakin baik," ujar Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) M Afifuddin dalam diskusi di Jakarta, Minggu (2/3/2014).
Saat ini belum banyak masyarakat yang berinisiatif melaporkan dugaan pelanggaran pemilu di daerah masing-masing.
Di tempat yang sama, Deputi Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaidi mengatakan, ada banyak hal yang menyebabkan kurangnya partisipasi masyarakat dalam pemilu.
Salah satunya adalah masyarakat tidak banyak mendapat informasi bagaimana melaporkan pelanggaran pemilu.
"Kenapa orang malas partisipasi? Karena ada problem informasi. Apakah sudah memahami cara melapor pelanggaran, waktunya berapa lama, kalau mau lapor gimana, apa yang harus disiapkan?" kata Veri.
Menurut Veri, proses melaporkan pelanggaran pemilu saat ini cukup rumit. Untuk melapor, masyarakat perlu membawa bukti dan saksi. Selain itu, ada masalah jarak lokasi pelaporan dan tenggat waktu untuk melapor.
"Misalnya harus lapor ke Bawaslu DKI Jakarta di Sunter, kan jauh. Belum wilayah lainnya. Lapor ke Panwas, bawa laporan, bukti, dan saksi. Belum lagi masalah waktu. Pelanggaran itu harus dilaporkan dalam waktu 7 hari terjadi pelanggaran atau saat diketahui adanya pelanggaran," terang Veri.
Wandi dari Mata Massa menambahkan, saat ini pihaknya tengah mengembangkan sistem pelaporan melalui layanan pesan singkat (SMS), internet, maupun aplikasi android.
Dalam situs www.matamassa.org, lanjut Wandi, masyarakat bisa melaporkan setiap kejadian pelanggaran pemilu di daerahnya dengan mudah. "Kita selalu merangsang teman-teman untuk melapor. Namun, sistem ini tidak bisa berjalan apabila peraturan pemilu berubah-ubah," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.