Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Diminta Segera Terbitkan Perpres Rekrutmen Hakim MK

Kompas.com - 14/02/2014, 12:47 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie meminta agar polemik tentang fungsi pengawasan terhadap MK tak dilanjutkan. Menurutnya, ada masalah yang lebih mengancam MK yaitu jumlah hakim konstitusi menjelang pelaksanaan Pemilu 2014.

Jimly meminta agar Presiden dan Mahkamah Agung mengeluarkan aturan terkait rekrutmen hakim konstitusi.

"Masalah soal rekrutmen hakim harus lebih dahulukan daripada ribut soal pengawasan karena MK akan segera menangani banyak sengketa Pemilu. Kalau jumlah hakim tidak cukup, tidak kuorum, maka tidak akan ada forum untuk selesaikan perselisihan Pemilu 2014," ujar Jimly saat dihubungi Kamis (13/2/2014) malam.

Seperti diberitakan, MK sudah membatalkan Undang-undang seluruhnya isi Undang-undang nomor 4 tahun 2014 tentang Penetapan Perppu nomor 1 tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, ketentuan untuk seleksi hakim konstitusi melalui panel hakim pun dihilangkan. Pola rekrutmen hakim konstitusi tetap akan menggunakan ketentuan dalam undang-undang sebelumnya di mana Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Mahkamah Agung menyerahkan tiga nama calon hakim konstitusi.

Menurut Jimly, selama ini proses seleksi yang dilakukan Presiden dan MA sangat tertutup. Hal ini pula yang kemudian membuat sejumlah elemen masyarakat menggugat pemilihan Patrialis Akbar dan Maria Farida ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Oleh karena itu, untuk memperbaiki pola rekrutmen yang tidak transparan, Jimly menyarankan Presiden menerbitkan Peraturan Presiden dan Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan MA.

"Di dalam aturan itu bisa dimasukkan mekanismre rekrutmen yang transpatan, obyektif, dan akuntabel. Kalau pun mau masukkan soal syarat hakim konstitusi misalnya bukan dari parpol, juga bisa dimasukkan di dalam aturan ini," kata Jimly.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) itu mengingatkan, jika Presiden menerbitkan aturan soal syarat hakim konstitusi dengan tambahan bukan orang parpol, kemungkinan besar akan kembali digugat.

"Tapi enggak masalah, yang terpenting, kan diterbitkan dulu aturannya. Kalau nanti digugat, kan ada rentang waktunya, sambil hakim konstitusi juga sekalian dipilih," kata Jimly.

Sementara, untuk proses seleksi di DPR, Jimly menilai sudah cukup transparan. Namun, jika hakim konstitusi dinilai perlu bukan dari parpol, maka sebaiknya pimpinan partai yang melakukan kesepakatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com