Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rizal Ramli: Selamat Pak SBY, Korupsinya Makin Banyak

Kompas.com - 11/12/2013, 16:00 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menilai ada peningkatan kasus korupsi di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia yakin kasus korupsi tak hanya dilakukan oleh oknum partai penguasa, tetapi juga oknum dari partai lain yang belum terungkap.

Rizal menjelaskan, bila di era kepemimpinan sebelumnya korupsi di tataran elite mencapai sekitar 30 persen, kini jumlahnya naik menjadi 45 persen. Tak hanya kenaikan dalam jumlah kasusnya, Rizal juga menyebut modus korupsi di era pemerintahan Presiden SBY lebih masif dan lebih canggih.

"Selamat buat Pak SBY, korupsinya banyak, sistematik. Tidak cuma (Partai) Demokrat, tapi mayoritas, sisanya belum ketahuan saja. Teruskan, lanjutkan sampai akhir, sampai berakhir di (Lapas) Cipinang," kata Rizal dalam sebuah diskusi politik kebangsaan, di kantor International Conference of Islamic Scholars (ICIS), di Jakarta, Rabu (11/12/2013).

KOMPAS.com/Indra Akuntono Rizal Ramli

Saat ini, kata Rizal, korupsi telah terjadi sejak tingkat perencanaan atau pembahasan anggaran di DPR yang turunannya adalah kebijakan dari hasil kongkalikong. Ia mengaku miris, karena di era sebelumnya tak ada kasus korupsi yang dimulai di tingkat pembahasan anggaran.

Dalam hitungannya, sekitar Rp 60 triliun sampai Rp 70 triliun uang negara disedot koruptor di setiap tahunnya. Sebagian hasil korupsi itu dialirkan untuk membiayai partai, dan sisanya ditilap masuk ke kantong pribadi oknum pelakunya.

Sebagai solusi, Rizal mengusulkan sejumlah hal agar tindak pidana korupsi dapat ditekan, yakni pencabutan hak recall pada anggota DPR. Tujuannya agar anggota DPR tak takut atau terjebak permintaan dari partai untuk mencarikan dana operasional partai. Selanjutnya, Rizal mengusulkan agar Badan Anggaran DPR dibubarkan. Ia menganggap badan tersebut sebagai sarang dimulainya niat dan perilaku korupsi.

"Lalu DPR jangan membahas proyek sampai satuan ketiga. Silakan audit, menyelidiki, tapi jangan bahas sampai satuan ketiga," ujarnya.

Tak sampai di situ, Rizal juga mengusulkan agar partai politik dibiayai sepenuhnya oleh negara. Ia menghitung, negara hanya perlu mengeluarkan Rp 5 triliun dalam setahun untuk membiayai partai melakukan pengkaderan. Hal itu ia anggap lebih baik karena akan membuat partai fokus melakukan kaderisasi dan memilah calon anggota DPR yang benar-benar amanah dan berkualitas.

"Daripada dicolong Rp 60 triliun setiap tahun, mending biayai saja parpolnya. Aliran sungai sogokan ini nanti ujungnya sampai ke 'Istana Hitam', bukan ke laut. Di mana Istana Hitam? Silakan cari sendiri," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com