Rizal menjelaskan, bila di era kepemimpinan sebelumnya korupsi di tataran elite mencapai sekitar 30 persen, kini jumlahnya naik menjadi 45 persen. Tak hanya kenaikan dalam jumlah kasusnya, Rizal juga menyebut modus korupsi di era pemerintahan Presiden SBY lebih masif dan lebih canggih.
"Selamat buat Pak SBY, korupsinya banyak, sistematik. Tidak cuma (Partai) Demokrat, tapi mayoritas, sisanya belum ketahuan saja. Teruskan, lanjutkan sampai akhir, sampai berakhir di (Lapas) Cipinang," kata Rizal dalam sebuah diskusi politik kebangsaan, di kantor International Conference of Islamic Scholars (ICIS), di Jakarta, Rabu (11/12/2013).
Dalam hitungannya, sekitar Rp 60 triliun sampai Rp 70 triliun uang negara disedot koruptor di setiap tahunnya. Sebagian hasil korupsi itu dialirkan untuk membiayai partai, dan sisanya ditilap masuk ke kantong pribadi oknum pelakunya.
Sebagai solusi, Rizal mengusulkan sejumlah hal agar tindak pidana korupsi dapat ditekan, yakni pencabutan hak recall pada anggota DPR. Tujuannya agar anggota DPR tak takut atau terjebak permintaan dari partai untuk mencarikan dana operasional partai. Selanjutnya, Rizal mengusulkan agar Badan Anggaran DPR dibubarkan. Ia menganggap badan tersebut sebagai sarang dimulainya niat dan perilaku korupsi.
"Lalu DPR jangan membahas proyek sampai satuan ketiga. Silakan audit, menyelidiki, tapi jangan bahas sampai satuan ketiga," ujarnya.
Tak sampai di situ, Rizal juga mengusulkan agar partai politik dibiayai sepenuhnya oleh negara. Ia menghitung, negara hanya perlu mengeluarkan Rp 5 triliun dalam setahun untuk membiayai partai melakukan pengkaderan. Hal itu ia anggap lebih baik karena akan membuat partai fokus melakukan kaderisasi dan memilah calon anggota DPR yang benar-benar amanah dan berkualitas.
"Daripada dicolong Rp 60 triliun setiap tahun, mending biayai saja parpolnya. Aliran sungai sogokan ini nanti ujungnya sampai ke 'Istana Hitam', bukan ke laut. Di mana Istana Hitam? Silakan cari sendiri," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.