Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Tak Perlu Cegah Pencari Suaka ke Australia

Kompas.com - 22/11/2013, 07:48 WIB

 

JAKARTA, KOMPAS.com — Aparat kepolisian serta aparat Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tak perlu mencegah atau menangkap imigran gelap pencari suaka yang akan menuju Australia sebagai implementasi perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan, pemerintah perlu mempertimbangkan melepas para pencari suaka yang ditahan di rumah tahanan Imigrasi dan memfasilitasi meninggalkan Indonesia.

Demikian diungkapkan Wakil Direktur Eksekutif Human Rights Working Group Choirul Anam dan Ketua Badan Pengurus Setara Institute Hendardi, di Jakarta, Kamis (21/11/2013). ”Dengan penghentian kerja sama penanganan imigran gelap itu, aparat biarkan saja orang-orang (imigran gelap) yang memiliki hak untuk menentukan tujuan akhir,” kata Choirul.

Selama ini, menurut Choirul, aparat kepolisian atau Imigrasi mencegah atau menangkap imigran gelap ke Australia atas dasar kerja sama dengan Australia. Seperti diberitakan, sebelum ada penjelasan resmi atas kasus penyadapan Australia terhadap para pejabat tinggi Indonesia, termasuk Ibu Negara, Presiden Yudhoyono memutuskan menghentikan sementara kerja sama intelijen dan militer, termasuk penanganan imigran gelap ke Australia.

Hendardi menambahkan, pemerintah bahkan perlu melepaskan para imigran gelap itu dari tahanan. Menurut dia, keberadaan mereka di tahanan Imigrasi selama ini menjadi beban Pemerintah Indonesia dan menimbulkan dampak sosiologis.

Waspadai hibah

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti, di Jakarta, Kamis, menyerukan agar Indonesia mengevaluasi dan menghentikan sejumlah hibah luar negeri yang terkait dengan dukungan teknologi informasi, terutama hibah dari Australia, karena semua itu membuat Indonesia rentan penyadapan.

Ray mencontohkan, sejak Pemilu 1999, lembaga donor Australia gencar memberikan donasi untuk keperluan pemilu. Ray mengatakan, dana-dana asing itu melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang awalnya dimaksudkan untuk mendanai sistem teknologi informasi (TI) Komisi Pemilihan Umum (KPU). ”Kita menolak pihak asing yang mengelola TI KPU, kita curiga mengapa mereka ngotot ingin mengurus TI pemilu kita?” katanya.

Menurut peneliti politik Burhanuddin Muhtadi, yang sedang menyelesaikan studi doktornya di Australian National University (ANU), masyarakat dan partai-partai politik di Australia saat ini terbelah dalam menyikapi skandal penyadapan ini.

”Sampai sekarang, rakyat Australia masih terbelah soal perlunya meminta maaf kepada Indonesia atau tidak terkait dengan penyadapan intelijen negara itu. Begitu juga dengan partai politik di parlemen,” kata peneliti politik yang baru saja tiba dari Australia, di Jakarta, kemarin.

Pemimpin oposisi Australia, Bill Shorten, mengatakan, Pemerintah Australia seharusnya mempertimbangkan cara Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang segera melakukan kontak pribadi dengan Kanselir Jerman Angela Merkel saat penyadapan terhadap telepon pribadi Merkel terungkap.

Sikap Australia yang tak sesuai harapan Indonesia tersebut diperkeruh dengan pernyataan penasihatnya, Mark Textor, yang kicauannya di Twitter dinilai menghina Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa yang disebut mirip bintang film porno.

Marty menyatakan hinaan atas dirinya tersebut merupakan bentuk keputusasaan Australia. ”Bobot pernyataan seperti itu tidak perlu ditanggapi. Itu menunjukkan keputusasaan mereka,” ujar Marty, di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis.(LOK/IAM/AMR/RYO/FER/EDN/RWN/ICH/LAS/COK/APA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com