Jalan menuju rumahnya di desa Aeng Tongtong sedikit berdebu. Kendati pada Minggu siang di awal November 2013 itu Sumenep diguyur hujan, tapi curah airnya belum mampu melenyapkan debu kemarau di tanah paling Timur Pulau Madura itu.
Maka jadilah, kepulan debu menyebar dan membubung di belakang kendaraan yang kami tumpangi. Pohon-pohon lontar, pohon-pohon kuda tempat cabe hutan merambat, pun jadi kian kusam oleh sambaran debu.
Pada pagi yang mendung itu, saya memang sengaja ke desa tersebut untuk bertemu dengan seorang empu keris yang karya-karyanya telah meluas jauh hingga Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan juga kota-kota besar di Indonesia. Dialah Murka', lelaki kelahiran tahun 1943 yang lahir dan dibesarkan di bumi Aeng Tongtong.
Barangkali lantaran jauh dari pusat kota, sehingga jalan menuju Desa Aeng Tongtong juga belum beraspal. Rada mengherankan juga, sebab jika Pemda Sumenep berniat mengembangkan kawasan ini sebagai wisata budaya, tentunya jalan mulus bisa mengundang banyak turis datang ke wilayah ini untuk menyaksikan pembuatan keris secara langsung.
Desa Aeng Tongtong adalah satu di antara beberapa wilayah penghasil dan pembuat keris yang terdapat di Pulau Madura yang masih bertahan dari zaman Kerajaan Sumenep sampai sekarang. Desa Aeng Tongtong sendiri terletak di sebelah barat laut Kecamatan Saronggi dan masih masuk kawasan Kecamatan Saronggi.
Aeng Tongtong dalam bahasa Madura berasal dari kata “aeng” yang berarti air, sementara “tong –tong” adalah bejana yang dibawa dengan cara dijinjing. Mengapa diberi nama demikian, alasannya karena letak geografis Desa Aeng Tongtong yang ada di lereng bukit dan berbatu-batu, menyebabkan warga harus membawa semacam gentong untuk mendapatkan air di mata air yang terletak di bagian barat Desa Aeng Tongtong.
Desa Aeng Tongtong sendiri menurut sejarah adalah tempat, di mana para raja di Keraton Sumenep mempercayakan kepada penduduk setempat untuk membuat keris, maka secara tidak langsung satu persatu penduduk desa Aeng Tongtong menjadi Mpu (Sebutan bagi orang yang membuat keris). Konon keahlian itu merupakan hasil warisan dari Pangeran Bukabu, Beliau merupakan guru para raja yang ada di Sumenep. Keahlian itu pun terpelihara hingga sekarang.
Setelah satu kilometer masuk jalan kampung dari arah jalan raya, anak kedua Pak Murka yang bernama Larip (40) menuntun kami dari jalan besar dengan sepeda motornya memasuki sebuah gang yang di dalamnya berderet rumah tembok bergaya tradisi Sumenep. Setelah melewati deretan rumah berukuran kecil yang berjajar rapi, Larip pun belok kiri. Maka di sebuah rumah sederhana, telah menunggu seorang tua yang diperkenalkan oleh sanak saudaranya bernama Murka'.
Inilah orang yang saya cari. Murka yang kini berusia 70 tahun, suami Amsiyani (65). Dialah salah satu maestro keris yang dimiliki oleh Desa Aeng Tongtong yang masih hidup. Beberapa kali pertanyaan saya tidak ditangkap dengan baik oleh Pak Murka'. Larip bilang, pendengaran ayahnya sudah berkurang.
Sejak terjatuh di rumahnya sekira enam bulan lalu, kehidupan Murka' sebagai pembuat keris memang berubah. Usianya yang telah tua, menyebabkan sakitnya tak lekas enyah. Itulah sebabnya bapak dua anak ini memerlukan bantuan anak-anak dan menantunya untuk berjalan atau ketika menerima tetamu.
"Tapi belakangan beliau sudah mulai berkarya kembali, tentu saja untuk pekerjaan yang ringan. Misalnya, mendesain keris," tutur Larip mengenai kondisi sang ayah.
Dibantu oleh Larip, sang ayah pun bercerita tentang perjalanan hidupnya sebagai seorang pembuat keris. Menurut Murka', kepandaiannya membuat keris lebih mirip 'pemberian' dari Tuhan. "Saya nggak pernah belajar sama siapa saja," kata Murka'.
Murka mulai mengenal keris sejak usia tujuh tahun. Maklumlah, Aeng Tongtong memang dikenal sebagai 'desa keris'. Bahkan, pada masa penjajahan Belanda, banyak keris-keris dari Aeng Tong Tong dibawah ke Belanda sebagai oleh-oleh atau sebagai hadiah kepada para panglima perang sebagai tanda keberanian.
Setelah akrab dengan keris, Murka' pun mulai mendalami keris. Saat usianya menginjak 20 tahun, Murka telah berani mengerjakan perbaikan keris-keris yang rusak. Dari waktu ke waktu, Murka' yang memang berbakat juga pada bidang senirupa, mulai memberanikan diri membuat keris sendiri. Hasilnya, sungguh menakjubkan. Selain berkharisma, keris bikinan Murka' lebih indah karena disertai sentuhan seni rupa yang dimiliki oleh Murka.