Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Martin, Hakim Artidjo seperti "Superman"

Kompas.com - 25/10/2013, 13:26 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Martin Hutabarat mengatakan, Indonesia saat ini membutuhkan hakim seperti Artidjo Alkostar, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung. Menurutnya, Artidjo adalah contoh seorang hakim yang idealistis dan memiliki keberanian luar biasa dalam menjalankan tugasnya.

Seperti diketahui, Artidjo merupakan hakim yang memutus kasasi sejumlah kasus korupsi dan narkoba dengan hukuman yang jauh lebih berat dibandingkan putusan pengadilan sebelumnya.

"Orang seperti Artidjo dibutuhkan bangsa ini yang memberi keputusan adil untuk kepentingan hukum dan rakyat banyak. Orang seperti Artidjo ini harus memiliki idealisme tinggi, dan urat takutnya tidak berfungsi," kata Martin, di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (25/10/2013).

KOMPAS.com/Indra Akuntono Politisi Partai Gerindra sekaligus anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat
Politisi Partai Gerindra ini menegaskan, seharusnya DPR mampu memilih hakim agung seperti Artidjo. Artidjo juga dianggapnya mampu menjawab kerinduan masyarakat akan penegakan hukum yang adil dan tidak terpengaruh dengan kekuatan material.

Namun, ia juga mengimbau agar Artidjo atau hakim lainnya juga mempertimbangkan faktor kemanusiaan dalam memberikan vonis. Hal ini perlu dilakukan agar putusan hukum keluar dari proses yang berjalan seadil-adilnya.

"Artidjo seperti superman yang menjawab kerinduan. Tapi ingat, idealistis boleh, setuju, tapi faktor kemanusiaan dalam menjatuhkan vonis juga harus dipertimbangkan," ujarnya.

Putusan fantastis

Untuk diketahui, Artidjo Alkostar adalah hakim Mahkamah Agung yang menjatuhkan pidana mati kepada Giam Hwei Liang alias Hartoni Jaya Buana. Hartoni mengendalikan peredaran narkoba di wilayah Banjarmasin dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Artidjo mengatakan, MA mengabulkan tuntutan hukuman mati yang disampaikan jaksa terhadap Hartoni. Putusan MA ini membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Cilacap yang menghukum Hartoni dengan 20 tahun penjara. Putusan itu dikuatkan di tingkat banding.

”Terdakwa ini residivis,” kata Artidjo memberi alasan MA memidana mati Hartoni.

Hartoni sebenarnya telah dihukum selama delapan tahun penjara oleh PN Banjarmasin karena mengedarkan narkoba. Ketika baru dua tahun menjalani pidananya, Hartoni dipindahkan dari Banjarmasin ke Lapas Nusakambangan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Saat di Nusakambangan, Hartoni dan Kepala Lapas Narkotika Nusakambangan Marwan Adli diciduk Badan Narkotika Nasional pada Maret 2011.

Menurut Artidjo, Hartoni bekerja sama dengan Gunawan (sesama napi yang masih kerabatnya), dan dengan persetujuan Marwan membuat peternakan sapi di sekitar Lapas Narkotika Nusakambangan. Peternakan ini ternyata dipakai sebagai tempat jual beli narkoba. Untuk menampung hasil transaksi, Hartoni bekerja sama dengan Syafrudin, teman sekamarnya di Lapas Narkotika Nusakambangan.

Transaksi sabu

Artidjo menuturkan, pada September 2009, Hartoni mengatur penjualan sabu senilai Rp 115 juta ke Banjarmasin. Pada Oktober 2009, ia kembali mengirim 150 gram sabu dan dijual dengan harga Rp 1.050.000 per gram hingga total transaksi menjadi Rp 170,5 juta. Transaksi itu terus berlanjut. Apabila diakumulasi sejak Oktober 2009 hingga Juni 2010, Hartoni mengirimkan 15 kilogram sabu ke Banjarmasin. Atas penjualannya ini, Hartoni memperoleh keuntungan sekitar Rp 3 miliar.

”Perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terkait perbuatan jahat jual beli narkoba, juncto Pasal 132 Ayat (1) dan Pasal 177 Huruf a,” kata Artidjo.

MA telah menjatuhkan pidana penjara selama 20 tahun kepada Marwan Adli. Sebelumnya, Marwan dihukum 13 tahun penjara oleh PN Cilacap, lebih rendah daripada tuntutan jaksa 20 tahun penjara. Pengadilan Tinggi Semarang menolak banding Marwan. Pada 8 Agustus 2012, majelis kasasi yang dipimpin Timur P Manurung dengan hakim anggota Salman Luthan dan Suhadi juga menolak kasasi terdakwa.

Kasus ini juga membuat Kepala Subbidang Pembinaan dan Pendidikan Lapas Narkotika Nusakambangan Fob Budiyono dihukum tujuh tahun penjara oleh PN Cilacap. PT Semarang sempat mengurangi hukuman Fob menjadi lima tahun, tetapi MA mengembalikan hukuman Fob seperti yang dijatuhkan PN Cilacap. Sementara itu, Syafrudin yang semula dihukum 20 tahun penjara oleh PN Cilacap juga dijatuhi hukuman mati oleh MA.

Baca juga:
Artidjo Alkostar: Korupsi Jangan Ditoleransi
Lagi, MA Perberat Hukuman Terpidana Kasus Narkoba Jadi Hukuman Mati
Hukuman Terdakwa Psikotropika Ini Diperberat dari Setahun Jadi 20 Tahun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com