Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara: Penahanan Andi Mallarangeng Tak Yuridis

Kompas.com - 17/10/2013, 17:01 WIB
Hindra Liauw

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pengacara Andi Mallarangeng, Luhut Pangaribuan, kaget atas penahanan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait skandal Hambalang, Kamis (17/10/2013). Luhut mengatakan, selama pemeriksaan, penyidik KPK tak mengajukan pertanyaan yang bersifat material. Ia mengatakan, kliennya hanya ditanyakan hal-hal terkait  pembiayaan multiyears proyek Hambalang. Kliennya juga ditanya soal AMDAL, IMB, dan sertifikat Hambalang.

"Jadi, penahanan ini bukan berdasarkan pertimbangan yuridis. Ini berhubungan dengan eksistensi KPK sehingga sulit diperdebatkan," ujar Luhut pada wawancara dengan Metro TV, Kamis.

Ia juga menambahkan, pemeriksaan berjalan rileks dan komunikatif. Jawaban Andi, klaimnya, dapat diterima oleh penyidik KPK.

Andi, mantan Menpora, disangka melakukan penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama sehingga mengakibatkan kerugian negara. Menurut perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai kerugian negara dalam proyek tersebut sekitar Rp 463,6 miliar.

Secara terpisah, Juru bicara keluarga Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, yakin bahwa KPK melakukan kesalahan terkait penetapan tersangka dan penahanan Andi.

"Kita hargai KPK. KPK memiliki prestasi memukau. Tetapi bagi saya, KPK juga manusia biasa, dan bisa salah. Selama ini KPK tidak pernah salah. Nah, bagi saya, ini pertama kalinya KPK salah. Kita akan buktikan," kata Rizal di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.

Kendati demikian, Rizal menyatakan menghormati langkah KPK.

Rizal mengatakan, tim kuasa hukum telah mempersiapkan sejumlah argumen yang dapat mematahkan sangkaan KPK. Rizal juga mengatakan, pihaknya akan melihat dasar dakwaan jaksa KPK ketika proses persidangan dimulai.

Andi ditahan setelah hampir satu tahun ditetapkan KPK sebagai tersangka. KPK mengumumkan penetapan tersangka Andi pada Desember 2012.

Selain Andi, KPK menetapkan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar serta mantan petinggi PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Noor, sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Sementara itu, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima pemberian hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya.

Ketiganya disangkakan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara; sedangkan Pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.

Terkait dengan kasus ini, Anas disangka KPK dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com