Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejak Awal, Pemilihan Akil Jadi Hakim MK Dinilai Janggal

Kompas.com - 13/10/2013, 14:34 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun menilai ada kejanggalan dalam proses penetapan Akil Mochtar sebagai hakim konstitusi untuk periode keduanya. Menurutnya, dipilihnya kembali Akil merupakan hal yang aneh karena adanya sejumlah laporan terkait dugaan suap yang dilakukannya.

"Persoalan main tunjuk bukan hanya terjadi untuk kasus Patrialis Akbar (hakim konstitusi) oleh Presiden, tapi juga DPR. DPR tanpa melakukan fit and proper test tiba-tiba memperpanjang masa jabatan Akil," ujar Refly, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Minggu (13/10/2013).

Akil menjabat sebagai hakim konstitusi sejak tahun 2008 melalui seleksi di DPRD. Masa jabatan Akil habis pada 16 Agustus 2013. Namun, masa jabatan itu diperpanjang oleh Komisi III DPR hingga tahun 2018 mendatang.

Pada bulan Maret 2013, Akil hanya ditanyakan kesediaannya ingin melanjutkan masa tugasnya atau tidak. Ketika itu, Akil menyanggupi kembali maju sebagai hakim konstitusi. Komisi III DPR pun sepakat untuk kembali mengajukan Akil. Menurut Refly, saat itu tidak ada proses penampungan masukan dari masyarakat. Akil dipilih tanpa mempertimbangkan kritik yang selama ini ditujukan kepada mantan politisi Partai Golkar tersebut.

"Kesalahan berikutnya adalah ketika AM dipilih jadi ketua MK, kenapa dia?" ujar Refly.

Setelah masa jabatannya diperpanjang, Akil terpilih memimpin MK pada tanggal 19 Agustus 2013, menggantikan Mahfud MD. Pemilihan Akil ini melalui proses pemilihan oleh semua hakim konstitusi. Refly mengaku heran dengan sikap para hakim konstitusi lainnya.

"Seharusnya bertahun-tahun mereka bersama AM, bisa merasakan dan mendengarkan keluhan masyarakat selama ini. Tidak mungkin mereka enggak paham kelakuannya." ujarnya.

Ia menduga Akil dipilih menjadi Ketua MK karena sikapnya yang keras dan berani berhadapan dengan Sekretariat Jenderal. Para hakim konstitusi lain, katanya, memerlukan karakter Akil untuk menekan Setjen MK dalam memberikan fasilitas-fasilitas pribadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com